Tokoh Terkenal Dunia yang Atheis

Tokoh Terkenal Dunia yang Atheis

Tokoh Atheis Terkenal di Dunia – Atheis adalah keyakinan yang dianut pertama kali oleh seorang penulis Perancis pada abad ke-18. Orang yang menganut atheis, menolak dengan keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada, dan segala ajaran yang ada pada agama theisme (agama yang mengakui adanya Tuhan) itu salah dan tidak masuk akal. Beberapa tokoh terkenal yang berpengaruh di dunia juga ada yang menganut atheisme, ini dia pembahasannya.

– Stephen Hawking
Ilmuwan jenius ini mengajar di Universitas Cambridge sebagai profesor matematika. Pada tahun 2014, setelah lama menganut atheis ia akhirnya menyatakan pada publik bahwa ia tidak percaya adanya Tuhan, kehidupan setelah kematian, surga dan neraka. Stephen Hawking juga berkata bahwa semua keajaiban yang diceritakan setiap agama adalah tidak masuk akal dan berlawanan dengan konsep sains.

– Alan Turing
Penemu ilmu komputer ini sekaligus ilmuwan yang mengembangkan teknologi kecerdasan buatan. Alan Turing adalah salah seorang ilmuwan jenius dunia yang menganut atheisme. Ia hidup di Inggris dan menjadi orang yang berhasil mengungkap kode-kode dari Jerman pada masa perang dunia ke-II.

– Thomas Alfa Edison
Edison dikenal sebagai ilmuwan jenius penemu bola lampu pada tahun 1879. Ia menyatakan kepercayaannya bahwa konsep Tuhan yang diajarkan agama adalah tidak benar. Ia berkata bahwa tidak ada bukti ilmiah tentang adanya surga dan neraka dan adanya Tuhan.

4. Albert Einstein
Einstein adalah seorang ilmuwan fisika jenius yang lahir pada abad ke-20 di tengah keluarga Yahudi. Ia mempertanyakan keberadaan Tuhan ketika ia mulai dewasa, dan meragukan kebenaran ajaran-ajaran agama. Meski demikian Albert Einstein menolak disebut atheis fanatik, malah ia pernah diberitakan mengakui kebenaran salah satu agama majusi.

– John Lennon
Musisi terkenal yang merupakan anggota dari band The Beatles ini terkenal dengan penampilan eksentriknya dan penuh kontroversi. Lennon secara gamblang mengakui bahwa ia tidak meyakini adanya Tuhan, dan keyakinannya tersebut ia tuangkan dalam sebuah lagu ciptaannya, yakni God.

– Rosalind Franklin
Rosalind Franklin adalah ilmuwan yang berjasa membuat x-ray dan teori yang mendukung penelitian lebih lanjut tentang struktur DNA. Berkat jasanya ini, kita bisa mengetahui anatomi tubuh manusia lebih jelas. Selain dikenal dengan jasanya, Rosalind juga dikenal dengan kepercayaan atheis-nya. Ia berkata bahwa ia meragukan keberadaan Tuhan kepada ayahnya yang menganut ajaran Yahudi.

– Angelina Jolie dan Brad Pitt
Angelina Jolie yang terkenal karena kemampuan akting dan kecantikan wajahnya ini adalah mantan pasangan Brad Pitt yang keduanya juga merupakan . Mereka sama-sama dermawan dan sama-sama memiliki keyakinan serupa, yakni atheisme. Angelina dan mantan pasangannya, aktor terkenal Brad Pitt adalah seorang atheis, dimana pada suatu wawancara Angelina Jolie berkata bahwa ia tidak membutuhkan Tuhan di hidupnya.

Game Paling Gacor dan Bonus Besar di Situs Slot Terpercaya
Blog Informasi

Game Paling Gacor dan Bonus Besar di Situs Slot Terpercaya

Game Paling Gacor dan Bonus Besar di Situs Slot Terpercaya – Situs slot menjadi akses yang anda perlukan bila ingin bermain judi slot secara nyaman dan sekaligus gampang. Tentu saja itu akan sangat nyaman dan gampang karena situs judi slot ini memang judi slot dengan sistem online. Karena sistem online tersebut, anda cukup menggunakan satu situs saja sebagai akses dalam bermain judi yang mirip seperti game tersebut. Dengan akses online di situs slot ini pula, bermain slot memang terasa seperti bermain game pada umumnya walau tentu anda perlu memasang taruhan juga terlebih dahulu sebelum mulai bermain. Akses mudah yang ada di dalam situs judi slot ini tidak perlu anda ragukan. Demikian juga untuk game slot yang ada di dalamnya yang pastinya sudah terjamin kualitasnya dan akan mampu menyuguhkan kepuasan sangat besar dalam anda bermain slot dan mengupayakan hasil uang sebesar mungkin.

Judi Slot Online dengan Kualitas Game Terjamin

Judi slot akan sangat mudah dinikmati sekarang dengan adanya situs slot ini. Sekilas, ini memang terlihat seperti situs judi slot kebanyakan. Slot online dan situs judinya memang sudah tidak lagi asing saat ini. Sejak kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, judi memang sudah banyak dimainkan secara online, dan slot adalah salah satu yang sangat populer. Namun, situs judi slot tidak sekedar emnyediakan suatu situs judi biasa saja yang hanya memberikan akses online untuk para pecinta judi slot. Itu tentu sudah pasti ada dan bisa ditemukan di situs judi ini, namun, ada hal yang membedakan situs judi slot dengan situs judi slot lainnya. Dari segi akses, itu sudah pasti akan sangat berbeda dengan akses yang begitu mudah di dalam situs slot ini. Tidak hanya itu saja, justru hal menarik terbesar ada pada kualitas game slot yang bisa anda temukan dari dalam satu website judi slot online ini. Satu situs slot online ini sudah menyediakan akses berjudi dan game slot yang benar-benar berkualitas. Anda sama sekali tidak perlu terlalu ragu dengan hal itu. Untuk urusan kualitas, situs judi slot memang tidak setengah-setengah dan berusaha memberikan layanan serta kualitas akses berjudi yang terbaik bagi anda dan pemain slot lainnya. Itu bisa terlihat dari segi game slot yang ada di dalam situs slot online ini. Hal yang akan anda temukan terkait game slot itu memang istimewa. Situs judi ini tidak sembarangan menyediakan game slot di dalamnya untuk anda mainkan. itupun bukan suatu game slot yang dibuat sendiri oleh tim dari situs judi slot. Namun, game slot yang ada itu adalah buatan dari provider slot terbaik di dunia dan bahkan situs judi ini tidak sekedar menggandeng satu provider slot saja. Ada cukup banyak provider slot online yang sudah pasti terpercaya dan resmi yang menghadirkan deretan game slot di situs judi slot. Ada nama seperti Habanero, PG Soft, Spadegaming, Microgaming, Pragmatic Play, dan masih banyak lagi. Itu semua adalah provider slot yang sudah terpercaya dan berlisensi sehingga kualitas tiap game slotnya tidak perlu diragukan. Tidak hanya sampai di situ saja, ada hal menarik lain tentang game slot yang ada. Di situs MDSBET, ini diberikan akses variasi game slot yang banyak sekali. Game slot yang ada memang sangat banyak dan masing-masing itu unik serta berbeda. Tak hanya dari namanya saja, tapi juga dari segi hingga fitur di dalam game slotnya. Ada banyak keseruan yang pastinya berbeda-beda di tiap game slot yang pastinya membuat game slotnya seru dan gacor. Lalu, tiap permainan slotnya membawakan RTP yang pasti tinggi. Ini tidak hanya dalam satu atau dua game slot saja, tapi semua game slot yang ada di situs judi slot memiliki RTP tinggi dan bahkan ada juga game slot dengan RTP di atas 95%. Dengan ini, pengembalian dan peluang menang anda memang menarik. Game Paling Gacor dan Bonus Besar di Situs Slot Terpercaya

Akses Fleksibel hingga Bonus Besar di Situs Slot Online

Anda diberikan game slot yang sudah sangat berkualitas di situs slot. Itu semua bisa anda mainkan dengan akses yang praktis dan sangat fleksibel. Hal yang fleksibel ini bisa dilihat dari segi tempatnya karena anda tentu bisa lebih bebas untuk bermain slot karena anda cukup menyediakan koneksi internet serta browser saja untuk bermain. Lalu, anda juga tidak perlu pusing dengan urusan perangkat karena smartphone hingga komputer pun bisa anda gunakan sesuai kebutuhan anda. Tidak hanya sampai di situ saja, situs judi slot juga memberikan dukungan akses yang aktif dan bisa digunakan 24 jam nonstop dalam bermain slot sehingga tidak ada batasan dalam hal jadwal dan waktu untuk bermain slot. Kalau itu dirasa masih kurang cukup, ada bonus yang akan sayang bila anda lewatkan. Bonus yang ada memang menjadi daya tarik tambahan karena itu bisa memperbesar uang yang anda terima. Situs slot sudah menghadirkan beberapa bonus bagi anda selain bonus yang sudah bisa anda temukan juga di game slot. Salah satu bonusnya adalah bonus new member. Saat anda baru saja menjadi member atau anggota dan melakukan deposit petama, ada kesempatan memperoleh bonus dari situs slot. Lalu, ada juga bonus referral. Ini adalah bonus yang akan memberikan keuntungan karena anda akan bisa mengajak orang dan kemudian memberikan kode referral. Orang yang anda ajak itu akan membuka kesempatan bonus ketika kode referralnya digunakan dan orang yang anda ajak pun tidak akan rugi apapun saat bermain di situs slot.
Sekularisme dan Ateisme Di Ruang Publik Turki
Ateis Informasi

Sekularisme dan Ateisme Di Ruang Publik Turki

Sekularisme dan Ateisme Di Ruang Publik TurkiAsosiasi Ateis pertama di Turki didirikan beberapa minggu lalu. Ini bukan hanya organisasi ateis pertama di Turki, tetapi juga yang pertama di wilayah besar Timur Tengah dan Kaukasus. Dan yang pertama di negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Bisa dibilang, ini adalah peristiwa bersejarah. Buku-buku sejarah di masa mendatang mungkin menyebut ini sebagai catatan.

Sekularisme dan Ateisme Di Ruang Publik Turki

 

outcampaign – Dalam blognya, beginilah cara Aydın Türk seorang aktivis Internet ateis untuk ateisme Turki sejak 1999 merayakan pendirian AA di Istanbul pada April 2014. Segera setelah pendiriannya, AA diakui oleh dan diundang ke pertemuan Delegasi Uni Eropa ke Turki dan telah banyak tampil di media sejak saat itu. Menurut deskripsi yang ditawarkan di situs web asosiasi:

Atheism Association, adalah lembaga hukum yang mengorganisir proyek pendidikan sains, filsafat, teologi; yang dimurnikan dari prasangka dan keyakinan dogmatis yang disetujui oleh masyarakat umum; berjuang secara institusional melawan batasan agama, filosofis atau ideologis yang dipaksakan pada masyarakat; mendorong kebebasan berekspresi pemikiran ateis Turki atas dasar hukum.

Baca Juga : Ateis Adalah “Kepercayaan” Terbesar Kedua di AS

Saat ini AA memiliki sekitar 290 anggota terdaftar dari berbagai kota di Turki dan luar negeri. Selain Istanbul, ada pertemuan rutin yang diselenggarakan di Ankara, İzmir, Antalya, dan Eskişehir.

Ateisme di Turki dan perdebatan seputarnya sudah ada sejak abad ke-19 ketika gelombang awal materialisme, positivisme, modernisme sekuler, sosialisme, dan komunisme berdampak pada kehidupan intelektual, sosial, dan politik Ottoman, seperti di tempat lain di dunia Islam. Namun, meskipun ateisme telah melekat pada ideologi seperti berbagai interpretasi sosialisme, anarkisme, atau feminisme, ateisme sangat jarang ditegaskan di depan umum karena risiko mengasingkan mayoritas masyarakat yang saleh. Kecenderungan yang luar biasa di kalangan intelektual sekuler dan/atau kiri sepanjang abad ke-20 telah menjadi strategi reformis yang bertujuan mengakomodasi Islam dengan kebutuhan agenda ideologis tertentu.

Di abad terakhir, di sisi lain, ekspresi ateisme dan non-agama menjadi lebih terlihat, terutama karena kebangkitan global Internet di abad ke-21. Seperti yang dicatat Schielke, ekspresi ateisme radikal yang lebih baru “sebagian berkaitan dengan media baru yang memudahkan untuk mengomunikasikan pandangan kontroversial, dan sebagian lagi dengan kondisi kebangkitan Islam yang memberi ateisme sisi kritis yang berbeda.” Sejak akhir 1990-an, kehadiran ateis Turki semakin meningkat di Internet dalam bentuk kelompok diskusi dengan puluhan ribu anggota.

Komunitas daring muncul dari antara situs web yang paling populer, seperti turandursun , ateizm , dan Atheistforum, yang terus-menerus terpapar ancaman dan serangan dunia maya. Landasan AA adalah tanggapan terhadap kebutuhan penting, seperti yang ditunjukkan oleh Türk: untuk mengambil tindakan terhadap intoleransi, diskriminasi, dan pelecehan yang terus-menerus terhadap anggota platform online ateis atau non-teis. Oleh karena itu, slogan yang muncul di halaman utama situs web AA adalah “Kita tidak sendiri lagi!” Faktanya, advokasi dan dukungan hukum untuk ateis yang menjadi sasaran pelanggaran, ancaman, kejahatan rasial, dan perlakuan tidak adil adalah tujuan pertama AA:

Asosiasi Ateisme; bertujuan untuk mendorong kebebasan berekspresi pandangan filosofis orang-orang yang menolak agama, denominasi, dan keyakinan dogmatis tanpa rasa khawatir, mencegah orang-orang tersebut ditindas, digantung, dihina, dihina oleh anggota agama, karena kedudukan filosofis mereka, baik di rumah dan di lingkungan sosial dan publik, dan membela hak-hak hukum mereka dengan sukarela atau membayar pengacara, jika perlu.

Pendiri AA menekankan pada setiap kesempatan bahwa mereka tidak bermaksud mempromosikan atau menyebarkan ateisme. Meskipun demikian, salah satu tujuan asosiasi ini juga untuk memberi tahu publik Turki tentang “salah informasi yang kuat dan tersebar luas tentang apa artinya menjadi Ateis.” Sejak didirikan, anggota asosiasi telah ditanya tentang pemahaman mereka tentang ateisme dalam wawancara oleh beberapa jurnalis di surat kabar dan program TV serta diundang ke pertemuan di kampus-kampus seperti yang ada di Fakultas Teologi Universitas Istanbul, di mana mereka terlibat dalam perdebatan sengit dengan siswa.

Ateisme dan Sekularisme

Apakah visibilitas ateisme Turki baru-baru ini merupakan hasil yang tak terelakkan dari warisan sekularis radikal Republik? Jika demikian, mengapa asosiasi semacam itu tidak didirikan hingga tahun 2014 meskipun tidak ada halangan resmi untuk itu dalam kerangka hukum demokrasi sekuler yang ada? Sepanjang sejarah Republik, stigmatisasi populer terhadap ateisme mengaitkannya dengan penyimpangan, amoralitas, dan kemerosotan, seperti dalam kasus Alevi dan minoritas non-Muslim telah mengakibatkan serangan kekerasan, pembantaian, dan pembunuhan terhadap intelektual yang dikenal sebagai ateis seperti Turan Dursun.

Ini adalah alasan yang dapat dimengerti untuk menunda pembentukan asosiasi apa pun, yang menjadikan pembentukan AA sebagai langkah berani dalam sejarah demokrasi Turki. Dengan kata lain, sementara sekularisasi memungkinkan orang untuk mengadopsi ateisme sebagai disposisi pribadi, hal ini tidak menciptakan ruang hidup yang aman baik untuk ateis maupun minoritas agama di Turki.

Ateis Adalah “Kepercayaan” Terbesar Kedua di AS
Ateis Informasi

Ateis Adalah “Kepercayaan” Terbesar Kedua di AS

Ateis Adalah “Kepercayaan” Terbesar Kedua di ASDiperkirakan secara luas bahwa ada sekitar 10.000 agama di dunia saat ini. Sebagian besar dari kita akrab dengan yang besar Kristen, Islam, Hindu, Budha, dan sebagainya tetapi ratusan juta percaya pada kepercayaan rakyat, tradisional, atau kesukuan juga.

Ateis Adalah “Kepercayaan” Terbesar Kedua di AS

outcampaign – Para teolog, antropolog, dan sosiolog sangat pandai mengklasifikasikan agama. Orang mengabdikan seluruh hidup mereka untuk menggambarkan antara perbedaan terkecil dan paling esoteris. Ikonografi, kredo, ritual, ibadah, doa, dan komunitas berfungsi untuk menarik batas antara agama-agama ini.

Tapi ini melewatkan sesuatu. Di luar gereja, masjid, kuil, dan pagoda adalah massa yang berubah-ubah, penuh teka-teki, dan tidak dapat ditentukan: sekelompok orang yang termasuk dalam beberapa jenis ateisme. Itu juga bukan pinggiran kecil. Lebih dari satu miliar orang tidak mengikuti suatu agama. Mereka membentuk kira-kira seperempat dari populasi AS , menjadikannya “kepercayaan” terbesar kedua. Kira-kira 60% orang Inggris tidak pernah pergi ke gereja, dan sekarang ada lebih banyak orang ateis daripada orang percaya di Norwegia .

Perlu dicatat, tidak semua ateisme itu sama. Berbagai jenis ateisme layak mendapatkan pemeriksaan yang lebih mendalam.

Baca Juga : Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan

Jenis-jenis ateisme

Masalahnya adalah statistik ini tidak menceritakan kisah lengkapnya. Istilah “non-agama” begitu luas sehingga hampir tidak berarti. Kata-kata sekuler, agnostik, ateistik, humanistik, tidak beragama, atau tidak beragama bukanlah sinonim. Ini bukan pedantri rewel. Bagi miliaran lebih orang di dunia yang merupakan salah satu tipe ateis tertentu, perbedaan itu penting.

Bukan tugas yang mudah untuk menggambarkan sistem kepercayaan ini, paling tidak karena sebagian besar dari mereka sama sekali menolak untuk didefinisikan sebagai “orang percaya”. Beberapa menyarankan lebih baik menggambarkan non-agama sebagai skala (seperti skala 1-7 ” kemungkinan Tuhan ” yang disarankan Richard Dawkins dalam The God Delusion ). Tapi ini juga menempatkan gerobak di depan kudanya. Tidak semua agama tentang kemungkinan, kepastian, atau persetujuan terhadap berbagai klaim kebenaran.

Secara umum, ateis bisa datang dalam tiga jenis: nonreligius, non-beriman, dan agnostik. Daftar ini tidak dimaksudkan untuk lengkap, dan jenis-jenis ateisme sering tumpang tindih.

Yang nonreligius

Jenis ateisme yang pertama berarti tidak menganut salah satu agama tradisional yang besar.

Pertimbangkan Cina. Ini adalah negara, pada pandangan pertama, yang sangat tidak beragama: 91% orang dewasa Tionghoa dapat disebut ateis . Tetapi sebagian besar dari data ini, seperti dalam sebagian besar survei demografis, bergantung pada “identifikasi diri” oleh responden. Masalahnya adalah kebanyakan orang di dunia saat ini akan memahami agama dengan cara tertentu. Mereka melihatnya sebagai kredo atau praktik formal dari agama yang mapan dan terorganisir. Itu berarti pergi ke gereja, berdoa lima kali sehari, atau mempercayai Empat Kebenaran Mulia. Padahal agama jauh lebih luas dari itu.

Dalam kasus Cina, meskipun 91% mengaku sebagai “ateis”, 70 persen penduduk dewasa mempraktikkan pemujaan leluhur . Dua belas persen mengidentifikasi diri dengan beberapa kepercayaan rakyat , dan sebagian besar mempraktikkan ” pengobatan tradisional ” pseudoscientific, semi-religius.

Bagi banyak orang, “ateisme” berarti tidak percaya pada agama formal ini atau itu . Bagi yang lain, kata tersebut mungkin memiliki kemiripan yang lebih dekat dengan etimologinya, di mana “a-teisme” berarti kepercayaan anti- teistik (mengizinkan ajaran Buddha, misalnya). Banyak orang dalam kategori ini yang dapat kita gambarkan sebagai “mistikus” – yaitu, mereka tidak menganggap gambaran atau gagasan apa pun tentang Tuhan itu benar, tetapi mereka merasa bahwa ada semacam realitas spiritual.

Ini adalah keingintahuan yang terlihat di seluruh dunia. Seorang “ateis” mungkin juga percaya pada malaikat, peri, karma, rencana ilahi, jiwa, hantu, roh, atau papan Ouija. Tak satu pun dari ini, sendirian, membentuk kepercayaan yang terorganisir, tetapi mereka adalah sejenis kepercayaan.

Orang-orang kafir

Jenis ateisme kedua adalah yang menentang atau menolak pernyataan kepercayaan tertentu.

Ateis ini akan mendefinisikan agama ( benar atau salah ) sebagai seperangkat kredo, kepercayaan, dan pernyataan quasi-faktual yang mereka sebut salah. Ini adalah jenis ateisme yang paling dikenal, dan seringkali merupakan jenis yang paling sering muncul di papan pesan internet.

Para ateis ini akan mengatakan “Yesus bangkit dari kematian”, “Yoga terbang itu mungkin”, atau, “Malaikat Jibril berbicara kepada Muhammad” adalah semua pernyataan yang dapat disangkal atau harus tidak dipercaya. Mereka adalah fakta untuk menguatkan atau mengabaikan. Ateis modern seperti Richard Dawkins dan Sam Harris, dan yang lebih tua seperti David Hume atau John Stuart Mill, termasuk dalam jenis ini. Mereka menunjukkan apa yang mereka anggap sebagai ketidakakuratan, kontradiksi, atau absurditas dari apa yang diajarkan agama.

Jenis ateisme “kafir” seringkali menyerang nilai-nilai suatu agama atau bahkan agama itu sendiri. Mereka mengklaim bahwa agama adalah apa yang mengarah pada intoleransi, prasangka, rasisme, misogini, genosida, kekerasan, kekejaman, takhayul, kebodohan, dan sebagainya, sehingga harus ditolak mentah-mentah.

Orang agnostik

Jenis ateisme ketiga adalah tidak berkomitmen. Itu namanya agnostisisme.

Jika kita mendefinisikan ateisme sebagai pernyataan kepercayaan yaitu, “Saya 100% yakin Tuhan tidak ada” maka hanya ada sedikit ateis. Banyak tipe “kafir” menyibukkan diri dengan probabilitas dan memverifikasi klaim kepercayaan. Namun, dengan banyaknya klaim agama yang supranatural, tidak mungkin mengesampingkannya sepenuhnya.

Manusia adalah makhluk fisik, dengan indra yang dapat salah dan kecerdasan yang bervariasi. Dengan demikian, sangat sedikit orang yang akan mengklaim kepastian tentang yang metafisik dan tak terbatas. Banyak dari mereka yang menyebut dirinya ateis sebenarnya agnostik. Mereka mungkin adalah orang-orang yang menganggap agama sangat, sangat tidak mungkin benar (seperti yang dilakukan Dawkins) atau yang menerima bahwa ada tingkat kemungkinan yang berbeda-beda. Orang lain mungkin menangguhkan penilaian bagaimanapun juga tidak ada data (yang dapat diakses), jadi mengapa melakukan?

Seperti yang dikatakan William James dalam esainya “The Will to Believe,” agnostisisme semacam ini (atau “skeptisisme” yang dia sukai) sama saja dengan ateisme. Jika kita menjalani hari-hari kita tanpa mempertimbangkan agama, tanpa menjalani kehidupan orang beriman, maka “seolah-olah kita secara positif memilih untuk tidak beriman.” Perbedaan antara agnostik dan ateis hanyalah perbedaan epistemologis. Bagi keduanya, agama sama sekali tidak penting.

Keanekaragaman Ateis: Jangan Mendefinisikan Saya Dengan Apa yang Bukan Saya
Ateis Forum Informasi

Keanekaragaman Ateis: Jangan Mendefinisikan Saya Dengan Apa yang Bukan Saya

Keanekaragaman Ateis: Jangan Mendefinisikan Saya Dengan Apa yang Bukan SayaAteis mengalami minggu besar dalam berita. Analis data melaporkan bahwa subreddit ateis adalah kelompok paling beracun ketiga di Reddit, setelah kelompok hak asasi pria dan pengikut program radio rasis. Kemudian, CNN menayangkan Laporan Khusus tentang Ateisme di Amerika Serikat, mencoba menampilkan pasang surut dalam kehidupan orang yang tidak beriman. Atau, sebagaimana presiden Ateis Amerika David Silverman menyebut kita, “orang yang paling dibenci di Amerika”.

Keanekaragaman Ateis: Jangan Mendefinisikan Saya Dengan Apa yang Bukan Saya

outcampaign  – Seperti kebanyakan kelompok minoritas, kelompok non-religius biasanya tidak menikmati manfaat keragaman mereka yang ditampilkan di media, sehingga ketika kita membicarakannya biasanya sesuatu yang negatif bentrokan atau semacam konflik. Kami tahu berbagai jenis orang Kristen tidak menganut kepercayaan dan pendekatan yang sama, namun kami meminta (baca: menuntut) agar semua Muslim menanggapi tindakan kekerasan, faksi Muslim fundamentalis, dan kami dengan cepat melakukan hal yang sama kepada ateis. Bagi sebagian besar tradisi agama minoritas, ini adalah situasi yang tidak menguntungkan yang dipicu oleh ketidaktahuan umum tentang agama-agama dunia di Amerika Serikat.

Baca Juga : Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan

Lebih rumit dengan komunitas ateis karena faktor pemersatu kita ateisme adalah negatif. Kita dikategorikan sebagai satu golongan karena ada satu hal yang kita semua tidak percayai, yaitu Tuhan. Menampilkan kelompok ini sebagai satu kesatuan dalam filosofi kami, etika dan moralitas kami, atau pendekatan kami terhadap kehidupan berarti mengatakan bahwa faktor yang paling menentukan dari identitas kami adalah tidak adanya kepercayaan. Melakukannya berarti mendefinisikan diri kita bertentangan dengan standar agama karena kita tidak memilikinya, apa yang kita bagi adalah ruang kosong. Sayangnya, banyak orang yang bersikeras mencoba mengidentifikasi semua ateis sebagai satu kesatuan di bawah ketiadaan agama adalah ateis itu sendiri. Lebih khusus lagi, ateis yang identitas ateistiknya sebagian besar didefinisikan sebagai penentang agama, atau anti-teisme.

Dalam pengalaman saya, komunitas sekuler atau non-religius benar-benar merupakan payung besar yang mencakup beberapa kelompok orang yang berbeda, semuanya dengan prioritas, keyakinan, praktik, dan pendekatan mereka sendiri. Ada ateis, agnostik, pemikir bebas, skeptis, humanis, non-religius, sekularis, dan mungkin selusin lainnya. Masing-masing kelompok ini memiliki cara tertentu untuk mendefinisikan diri mereka sendiri dan pemahaman mereka tentang dunia. Ada banyak tumpang tindih, dan banyak orang mungkin mengklaim lebih dari satu identitas atau afiliasi. Saya akan menganggap semua kelompok yang berbeda ini sebagai bagian dari komunitas yang sama, tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa mereka semua sama, seperti yang digambarkan dalam acara khusus CNN baru-baru ini.

Tentu saja ketika Anda hanya memiliki 45 menit dan sumber daya yang terbatas, Anda tidak akan dapat menampilkan keragaman yang kaya dari komunitas atau grup tertentu. Saya kurang frustrasi dengan CNN dibandingkan dengan beberapa individu yang disorot dalam program ini, yang tidak hanya berusaha untuk mengatakan bahwa semua ateis memiliki nilai dan prioritas yang sama (kami tidak), tetapi dengan mencoba untuk mengklaim identitas yang lebih positif. daripada negatif, mengidentifikasi diri kita dengan apa yang kita yakini daripada mengidentifikasi hanya dengan sesuatu yang tidak kita percayai, kita adalah pembohong dan entah bagaimana menyakiti komunitas ateis pada umumnya.

David Silverman salah ketika mengatakan bahwa humanis, skeptis, pemikir bebas, dll hanyalah ateis yang takut menggunakan istilah ateis. Klaim ini menyangkal kurangnya pemahaman Silverman tentang arti identitas dan istilah ini. Ini menunjukkan betapa sedikitnya dia memahami keragaman orang yang tidak beriman. Dan itu menjelaskan mengapa begitu banyak orang yang tidak percaya memilih untuk tidak mengasosiasikan dengan merek tertentu ateismenya, yang anti-teistik dan dari apa yang saya lihat dalam pidato atau tulisan sebelumnya jauh lebih fokus pada apa yang tidak kita percayai daripada tentang memvalidasi apa yang orang pedulikan dan cari dalam komunitas.

Agar adil, tujuan utama Silverman adalah untuk menormalkan identitas ateis, dan cara terbaik untuk melakukannya adalah agar setiap orang yang tidak percaya pada Tuhan berdiri dan mengatakannya dengan lantang. Menormalkan identitas ateis akan memudahkan mereka yang mencari dukungan dari de-konversi atau dikucilkan oleh keluarga dan komunitas; itu akan membantu kita memobilisasi kebebasan beragama bagi orang yang tidak beriman dan masalah keadilan sosial lainnya. Itu tujuan mulia. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa klaimnya tentang humanis, pemikir bebas, dan lainnya yang identik dengan ateisme atau terlalu takut untuk menyebut diri mereka ateis adalah tidak benar dan bodoh.

Ketika saya mengidentifikasi diri saya, saya mengatakan bahwa saya seorang humanis dan ateis keduanya penting untuk identitas saya, dan kedua bagian tersebut memberi tahu Anda sesuatu yang berbeda tentang saya. Ketika saya berkata, “Saya seorang ateis”, saya memberi tahu Anda bahwa saya tidak percaya pada Tuhan atau hal-hal gaib. Ketika saya mengatakan, “Saya seorang humanis”, ini memberi tahu Anda apa yang saya yakini, di mana saya menemukan landasan etis saya dalam hidup, apa yang saya perjuangkan dan kerjakan, dan apa nilai-nilai saya. Saya memasukkan kedua bagian itu justru karena yang satu tidak melakukan pekerjaan yang lain saya bisa menjadi seorang humanis tetapi bukan seorang ateis; Saya bisa menjadi seorang ateis dan bukan seorang humanis. Saya dengan kuat dan bangga mengidentifikasi dengan keduanya.

Sayangnya, tidak hanya kita semua sering disatukan dengan istilah yang hanya memberi tahu Anda sesuatu yang tidak kita miliki, tetapi perwakilan non-religius yang paling vokal di Amerika Serikat tampaknya bekerja cukup keras untuk menyamakan ateisme dengan anti -teisme, terlepas dari kenyataan bahwa anti-teis adalah minoritas kecil di antara ateis. Ketika Bill Maher mengatakan bahwa semua agama itu berbahaya dan bodoh, atau ketika David Silverman mengatakan bahwa agama itu berbahaya, atau ketika Sam Harris menyebut agama sebagai penyakit mental, mereka memberikan pendapat mereka, yang dianut oleh persentase tertentu dari orang yang tidak percaya. Mereka tidak berbicara untuk semua ateis seperti halnya Pat Robertson berbicara untuk semua orang Kristen.

Demikian pula, ketika saya mengatakan orang-orang non-religius perlu terlibat dalam pekerjaan lintas agama dan akan mendapat manfaat dari pemahaman yang lebih baik tentang kepercayaan dan praktik keagamaan tetangga dan keluarga mereka, saya memberikan pendapat saya, yang dianut oleh persentase tertentu dari orang yang tidak beragama. Saya berjuang untuk pendekatan kolaboratif berbasis komunitas terhadap pluralisme agama yang memungkinkan kita untuk bekerja sama terlepas dari perbedaan keyakinan, dan saya pikir komitmen untuk memperbaiki diri kita sendiri dan komunitas kita harus lebih penting daripada apakah satu pihak menang atau tidak. mengkonversi semua orang di sisi lain. Saya tidak berharap Silverman, Harris, atau Maher setuju dengan saya, tetapi mereka juga tidak dapat mendefinisikan kembali ateisme agar sesuai dengan keyakinan anti-teistik mereka.

Salah satu argumen paling umum yang diberikan menentang agama adalah kebebasan dari dogma dan kebebasan untuk mempercayai apa yang Anda pelajari dari dunia yang dapat diamati. Mengatakan bahwa semua praktik keagamaan itu berbahaya tidak kalah dogmatisnya dengan klaim agama tentang kebenaran tunggal. Itu juga tidak sesuai dengan apa yang bisa kita amati dan ukur. Dunia yang dapat diamati memberi tahu saya bahwa kita lebih baik bersama karena cara kita yang berbeda dalam memandang dunia daripada yang mungkin kita lakukan jika kita semua selalu setuju. Itu mengajari saya jalan menuju perdamaian adalah pemahaman, dan jalan menuju pemahaman adalah keterbukaan dan rasa hormat.

Silverman menawarkan satu contoh ateisme, tetapi ada banyak cara berbeda untuk berada di dunia ini tanpa percaya kepada Tuhan. Saya lebih melihat ke Humanis terkenal Robert Ingersoll, yang berkata, “Waktu untuk bahagia adalah sekarang. Tempat untuk menjadi bahagia yaitu disini. Cara untuk menjadi bahagia adalah dengan membuat orang lain bahagia.” Dan saya merangkul identitas humanis ateistik yang berjuang untuk kesetaraan, pengertian, dan menyebarkan kegembiraan.

Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan
Forum Informasi

Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan

Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan“ Beri saya bukti bahwa Tuhan itu ada .” Ini biasanya tanggapan dari ateis ketika berhubungan dengan orang Kristen. Dengan sendirinya tidak ada yang salah dengan hal ini, karena kita tidak boleh mempercayai apapun tanpa bukti yang memuaskan (bdk. Yoh 20:24-29).

Ateisme dan Bukti Adanya Tuhan

outcampaign  – Alkitab tidak menempatkan iman atau kepercayaan terhadap bukti, melainkan menggunakan iman untuk mengacu pada keyakinan atau keyakinan pada bukti tersebut (yaitu kebangkitan, Roma 10:9). 1 Saran dari ateis, bagaimanapun, adalah bahwa kepercayaan kepada Tuhan tidak didukung oleh bukti apa pun. Meskipun memberikan bukti tentang keberadaan Tuhan itu baik, penting untuk dipahami bahwa kita tidak semua membaca bukti dengan cara yang sama dan bahwa bukti tidak diambil secara netral oleh mereka yang menyajikan dan menerimanya.Masalahnya bukan pada bukti tetapi pada bagaimana kita menginterpretasikan bukti, dan ateis akan menginterpretasikan bukti menurut ketidakpercayaan mereka (lih. Roma 8:7; 1 Korintus 2:14).

Baca Juga : Bertahan Dari Ateis Ketika Negara Dibangun Di Atas Tradisi

Sebagai orang Kristen, kita perlu memahami bahwa tidak ada landasan netral dalam hal pandangan dunia seperti teisme alkitabiah dan ateisme. Kenyataannya adalah bahwa bagi beberapa ateis, tidak ada bukti yang cukup untuk meyakinkan mereka tentang keberadaan Tuhan, karena mereka akan selalu menghilangkan bukti karena mereka memiliki komitmen sebelumnya pada filosofi naturalisme. Beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah percakapan dengan sesama ateis Peter Boghossian, Richard Dawkins mengakui bahwa tidak ada bukti yang dapat meyakinkannya tentang keberadaan Tuhan karena dia selalu dapat menjelaskannya:Peter Boghossian: Mengingat bahwa kumpulan argumen [untuk keberadaan Tuhan ] tidak berhasil, apa yang diperlukan bagi Anda untuk percaya pada Tuhan ?

Richard Dawkins: Saya biasa mengatakan, itu akan sangat sederhana, itu akan menjadi kedatangan Yesus yang kedua kali atau suara dasar yang besar, dalam, menggelegar, mengatakan: “Saya adalah Tuhan dan saya menciptakan.” Tapi saya kebanyakan dibujuk oleh Steve Zaro. dia sedikit banyak meyakinkan saya, bahkan jika ada suara yang menggelegar ini atau yang kedua datang dalam awan kemuliaan, penjelasan yang lebih mungkin adalah bahwa itu adalah halusinasi atau tipuan sulap oleh David Copperfield atau semacamnya. Dia menegaskan bahwa penjelasan supranatural untuk apa pun tidak koheren, bahwa itu tidak menambah penjelasan untuk apa pun. Hukum ketiga Clarke “teknologi apa pun yang cukup maju tidak dapat dibedakan dari sihir” sihir menjadi supernatural. Jika Anda menerbangkan Boeing 747 kembali ke abad pertengahan, Anda akan disambut sebagai dewa, dan demikian pula kunjungan alien akan jauh melampaui kita dalam teknologinya sehingga mereka mungkin dapat memanipulasi bintang untuk mengeja kata atau bentuk geometris atau sesuatu semacam itu.

Peter Boghossian: Jadi, itu tidak cukup, jadi apa yang akan meyakinkan Anda?

Richard Dawkins: Yah, saya mulai berpikir tidak ada yang akan, yang dengan cara bertentangan dengan keinginan karena saya selalu membayar basa-basi untuk pandangan bahwa seorang ilmuwan harus berubah pikiran ketika bukti akan datang. Masalahnya adalah saya tidak bisa memikirkan seperti apa bukti itu nantinya.

Dawkins menyatakan bahwa tidak ada bukti yang dapat meyakinkannya bahwa Tuhan itu ada karena dia selalu dapat memberikan penjelasan yang mungkin (yaitu alien atau halusinasi).   Namun, metodologi Dawkins, bahwa tidak ada yang dianggap sebagai bukti keberadaan Tuhan , merugikan diri sendiri. Misalnya, dengan menggunakan metodologi Dawkins sendiri, mengapa saya harus percaya bahwa dia ada? Tidak diragukan lagi Dawkins akan mengatakan bahwa keberadaannya sendiri sudah terbukti dengan sendirinya karena orang dapat melihat dan mendengarnya (bdk. Mazmur 19:1-4; Roma 1:20).

Tapi bagaimana saya tahu bahwa alien yang kuat tidak menipu saya untuk percaya bahwa dia ada atau bahwa dia bukan hanya halusinasi yang saya alami? Menolak bukti keberadaan Tuhan (atau siapa pun) berdasarkan alien atau halusinasi tidak akan membawa Anda kemana-mana dan menunjukkan kredibilitas posisi Dawkins. Meskipun Dawkins mengatakan bahwa dia biasa memberikan basa-basi pada gagasan bahwa bukti dapat mengubah pikirannya, karya sebelumnya menunjukkan bahwa bukan itu masalahnya. Dawkins berpendapat bahwa sains yang dipahami dengan baik membuat kepercayaan Tuhan tidak bisa dipertahankan.

Bertahan Dari Ateis Ketika Negara Dibangun Di Atas Tradisi
Forum Informasi

Bertahan Dari Ateis Ketika Negara Dibangun Di Atas Tradisi

Bertahan Dari Ateis Ketika Negara Dibangun Di Atas TradisiSeorang mantan kepala sekolah di Indonesia, Yudhistira telah membayar harga yang mahal untuk keyakinan pribadinya. Dia menentang ekspektasi agama yang tidak fleksibel dari negara asalnya dan mencoba mengajari murid-muridnya untuk berpikir secara objektif tentang kepercayaan dunia.

Bertahan Dari Ateis Ketika Negara Dibangun Di Atas Tradisi

outcampaign  – Orang tua yang marah mengkonfrontasinya, dan sekarang pria berusia 30 tahun, yang tinggal di luar Jakarta, menolak untuk mengungkapkan nama belakangnya karena dia tahu betapa berbahayanya hal itu. Pemilik bisnis pendidikan, dan mantan kepala sekolah yang berafiliasi dengan agama Buddha, Yudhistira adalah orang yang tidak percaya.“Meskipun secara hukum tidak ada undang-undang yang melarang ateisme di Indonesia, namun banyak celah yang digunakan untuk menganiaya kami di sini, seperti pasal pencemaran nama baik [untuk fitnah dan pencemaran nama baik] dan sila pertama pancasila,” ujarnya merujuk pada salah satu dari lima prinsip filosofis Indonesia yang menyeluruh: kepercayaan pada kesucian atau kesalehan.

Baca Juga : 5 Fakta Tidak Menyenangkan Yang Perlu Didengar Oleh Para Ateis

Dibaptis sebagai seorang Protestan, Yudhistira sekarang mempertanyakan sifat “menghakimi” Protestan Indonesia dan cara mereka menggunakan “kitab suci yang dipertanyakan” untuk membenarkan sikap mereka. Dia meninggalkan iman keluarganya karena dia tidak bisa menerima sifatnya yang kaku.Meskipun agama memiliki cengkeraman yang mirip dengan tradisi sehari-hari dan kebijakan publik di Indonesia, negara ini memiliki banyak ateis orang tidak percaya yang menolak enam agama yang diakui secara resmi dan menolak untuk percaya pada dewa yang maha kuasa.

Kepulauan Asia Tenggara yang luas secara resmi pluralis dan kebebasan berekspresi seharusnya dijamin oleh hukum, tetapi orang Indonesia diharapkan untuk beriman, dan sebagian besar mengaku sebagai Muslim. Ateis Indonesia dapat berakhir di penjara karena menolak memeluk salah satu agama yang disetujui bangsa: Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Katolik, dan Protestan.

Banyak ateis Indonesia yang tetap tertutup, tetapi dengan bantuan internet, percakapan kritis mereka perlahan merembes ke wacana publik. Komunitas ateis Indonesia telah terbentuk secara online melalui situs media sosial seperti Facebook. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak komunitas ini yang menyediakan ruang untuk wacana serius serta forum untuk bersosialisasi santai dengan sesama non-beriman dan mereka yang berada di pinggiran.

Karl Karnadi membuat grup online Ateis Indonesia, atau IA, pada tahun 2008, saat dia belajar di Jerman. Tujuan sederhananya adalah untuk menciptakan ruang “di mana saya bisa menjadi diri saya sendiri, sebagai seorang ateis, tanpa takut dihakimi; tempat di mana aku tidak akan merasa sendirian lagi”. Insinyur perangkat lunak, sekarang berusia 36 tahun dan berbasis di Amerika Serikat, ingat menerima ancaman kematian dan pesan kebencian secara teratur pada saat itu, tetapi dia bertahan. Dia berkata bahwa dia telah melihat “terlalu banyak orang yang saling membenci dan menjelek-jelekkan karena agama. Saya hanya tidak ingin menjadi bagian dari kebencian itu”.

Meskipun IA dimulai sebagai grup beranggotakan 10 orang, sekarang IA memiliki sekitar 1.600 anggota aktif, banyak di antaranya rutin mengadakan pertemuan offline. Seperti yang diharapkan Karnadi, saat ini IA adalah komunitas di mana diskusi “tidak selalu harus seputar isu agama”.

Untuk bertahan sebagai ateis di Indonesia, kata Karnadi, seseorang “harus bijak dalam memutuskan dengan hati-hati kapan, di mana, dan bagaimana mereka mulai terbuka tentang ateismenya”. Sebagai wajah ateisme paling umum di Indonesia, dia mendengar laporan langsung tentang penerimaan dari orang-orang yang telah mengumumkan pendirian non-keyakinan mereka. Tapi dia juga mendengar yang terburuk. “Orang-orang telah dipecat dari pekerjaan mereka, diusir dari rumah mereka, dan bahkan tidak diakui oleh orang tua mereka,” katanya. “Orang-orang harus membuat keputusan untuk terbuka, atau tidak, sendiri, tetapi [mereka] harus benar-benar siap dengan konsekuensi dari melakukannya.”

Dia percaya bahwa sebagian besar khotbah agama menghujat agama lain, tetapi selalu minoritas, termasuk ateis, yang terancam oleh undang-undang penodaan agama di Indonesia. Dia berhasil tetap relatif aman karena dia tinggal di AS dan bekerja untuk perusahaan global terkenal. Berbagai komunitas ateis di Indonesia IA dan forum-forum yang muncul setelahnya kini memiliki keanggotaan mulai dari beberapa ratus hingga puluhan ribu. Beberapa grup mendorong debat dengan orang percaya baik moderat maupun fanatik, tetapi sebagian besar mempertahankan sistem penyaringan yang ketat untuk meminimalkan trolling dan memastikan privasi anggota. Ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner masuk, moderasi berat dan pembersihan rutin anggota bermasalah dan pasif (IA mengeluarkan sekitar 400 anggotanya beberapa tahun yang lalu).

5 Fakta Tidak Menyenangkan Yang Perlu Didengar Oleh Para Ateis
Forum Informasi

5 Fakta Tidak Menyenangkan Yang Perlu Didengar Oleh Para Ateis

5 Fakta Tidak Menyenangkan Yang Perlu Didengar Oleh Para Ateistampaknya telah melepaskan pesta kebencian apokaliptik dari julukan, penghinaan, dan bantahan umum pada proposisi bahwa ateisme sebagai ideologi yang mengatur membunuh. Tapi saya masih percaya bahwa ideologi ateisme sangat merusak. Orang ateis jarang merenungkan lima kebenaran yang tidak menyenangkan berikut ini. Tapi mereka perlu. Ada konsekuensi terhadap pola pikir ateis. Dan mereka semua mengerikan.

5 Fakta Tidak Menyenangkan Yang Perlu Didengar Oleh Para Ateis

1. Ateisme bertanggung jawab atas lebih banyak kematian daripada Yudaisme atau Kristen

outcampaign – Fasisme dan komunisme keduanya adalah ideologi ateis membunuh lebih dari 150 juta orang di abad ke-20 saja. Komunis dan rezim tak bertuhan lainnya terus membunuh ratusan ribu sejak itu. Tambahkan jutaan pemerkosaan, siksaan, dan perbudakan oleh rezim tak bertuhan yang sama ini, dan Anda mendapatkan gambaran yang sangat jelek.

Baca Juga : Mengapa Begitu Sedikit Politisi AS Yang Keluar Sebagai Ateis

Tuduhan ‘pergi ke’ favorit ateis terhadap agama Kristen termasuk Inkuisisi, Perang Salib, Pengadilan Penyihir Salem dan skandal pedofilia gereja. Namun, bahkan dengan asumsi bahwa semua kesalahan seperti itu terjadi sebagai akibat langsung dari doktrin gereja (mereka tidak melakukannya, tetapi mari kita asumsikan demikian), jumlahnya kerdil dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan oleh ateisme.

Perang Salib melibatkan kematian sekitar 1,5 juta orang. Kebanyakan dari mereka adalah tentara di kedua sisi, serta orang-orang yang meninggal karena penyakit dan penyebab lainnya. Inkuisisi mengakibatkan kurang dari 5.000 kematian selama rentang waktu sekitar 300 tahun. Pengadilan Penyihir Salem hanya berlangsung selama empat bulan, menghasilkan total 19 orang terbunuh.

Ada yang disebut ‘pembunuhan’ lain yang terjadi sebagai akibat dari semangat keagamaan (Perang Agama Prancis, Perang 30 Tahun, dan sebagainya), tetapi bahkan menambahkan semua itu, Anda bahkan tidak dapat mencapai sepuluh persen dari jumlah kematian yang disebabkan oleh rezim tak bertuhan. Berargumen bahwa “agama telah menyebabkan kematian lebih dari apa pun” adalah sindiran yang tidak memiliki dasar fakta.

2. Hitler bukanlah seorang Kristen

Ateis secara rutin mendesak agar Nazi adalah orang Kristen, menggunakan agama Kristen untuk membenarkan kengerian mereka. Ini salah. Nazisme dan fasisme tidak pernah bertahan sebagai perusahaan Kristen. Lebih khusus lagi, Hitler sendiri membenci agama Kristen. Dia melihat kekristenan sebagai “lemah lembut” dan “lembek” dan berusaha untuk menghancurkannya “akar dan cabang”. Dia mengeluhkan mengapa Jerman “terjebak” dengan kekristenan yang “berpikiran lemah” dan lebih memilih sistem “lengan kuat” lainnya. Tulisan-tulisan dan pidato-pidato Hitler begitu penuh dengan bagian-bagian yang penuh dengan penghinaan terhadap kekristenan sehingga menyatakan bahwa dia adalah seorang Kristen sama saja dengan memperdebatkan George Washington berjuang untuk Inggris selama Perang Revolusi.

3. Ateisme adalah sebuah ideologi disadari atau tidak

Argumen yang paling umum adalah bahwa ateisme bukanlah sebuah ideologi; itu hanya mencerminkan tidak adanya iman dalam agama. Mereka hanya tidak percaya pada Tuhan. Mengapa kita tidak bisa membiarkan mereka sendirian? Tapi ternyata mereka tidak mau meninggalkanmu sendirian . Di media sosial, sebagian besar ateis secara aneh bersuara tentang penghinaan mereka terhadap agama Kristen dan, pada tingkat yang lebih rendah, Yudaisme, atas keyakinan mereka. Mereka percaya agama-agama ini menggagalkan kemajuan.

Mereka berargumen dengan penuh semangat bahwa kita akan lebih baik jika kita melenyapkan Tuhan sekali dan untuk selamanya. Rezim tak bertuhan selalu mencari pemberantasan Tuhan dengan semangat yang membara, efisiensi mematikan dalam skala massal, dan kekejaman yang tak terkatakan.

Pemikiran seperti itu adalah sebuah ideologi. “Ketidakpercayaan” seperti itu memiliki konsekuensi yang menghancurkan. Tidak percaya pada Tuhan sama dengan tidak percaya pada sabuk pengaman. Atau lebih baik lagi: seperti tidak percaya pada polisi, pengadilan, kedokteran, atau pemadam kebakaran. Anda tidak harus percaya pada mereka, tetapi hidup di dunia tanpa mereka memiliki konsekuensi.

4. Orang beriman bertanggung jawab atas sejumlah besar kebaikan dalam masyarakat kita

Ateis tidak menghargai apa yang telah dilakukan Gereja dan Yudaisme untuk peradaban: penciptaan gagasan kita tentang keadilan, sistem rumah sakit, universitas, sekolah umum, amal, kemajuan, kebenaran, dan kebebasan itu sendiri. Siapa yang berperang melawan dan akhirnya menghancurkan kejahatan perbudakan? Orang Nasrani dan Yahudi. Siapa satu-satunya yang berjuang melawan kengerian egenetika (sterilisasi paksa terhadap mereka yang dianggap inferior oleh negara), dan kebijakan “satu anak” China yang mengerikan? Orang Nasrani dan Yahudi.

5. Yudaisme dan Kristen menciptakan peradaban

Dunia yang berpusat di sekitar Tuhan telah memungkinkan kita untuk mengejar berkat-berkat besar dari Tuhan: keindahan, keadilan, kebenaran, dan kebebasan itu sendiri. Hal-hal seperti itu tidak ada artinya tanpa kehadiran Tuhan. Ateis mungkin menikmati nilai-nilai seperti itu, dan bahkan mendapat manfaat darinya, tetapi mereka hanya hidup dari apa yang telah diciptakan orang lain. Tidak ada alasan nyata untuk mengejar nilai-nilai ini tanpa tujuan. Tujuan itu sendiri tidak ada artinya tanpa Tuhan.

Tanpa Tuhan, tidak ada alasan untuk memiliki anak, atau mengharapkan kelanjutan nama keluarga atau nilai-nilai kita. Tidak ada alasan mati untuk negara kita, atau untuk kebebasan. Lagipula, apa gunanya? Di dunia tanpa Tuhan, kita hanya perlu melakukan apa yang dilakukan hewan: kawin, makan, dan memastikan tidak dimakan. Kita hanya perlu hidup untuk hari ini.

Hal ini bertentangan dengan pengertian “peradaban”. Menurut definisi, peradaban merenungkan masa depan yang lebih baik dari masa kini, dan kita mengambil pelajaran dari masa lalu untuk melakukannya. Peradaban tidak berarti kita bersenang-senang di planet ini saat kita ada di sini; peradaban berarti kita mencari visi yang lebih baik untuk masa depan kolektif kita. Kami mengetahui ini secara naluriah, tetapi banyak yang tidak pernah memasukkannya ke dalam pandangan dunia mereka.

Mengapa Begitu Sedikit Politisi AS Yang Keluar Sebagai Ateis
Ateis Informasi

Mengapa Begitu Sedikit Politisi AS Yang Keluar Sebagai Ateis

Mengapa Begitu Sedikit Politisi AS Yang Keluar Sebagai Ateis Pilpres 2020 telah menghasilkan bidang kandidat paling beragam dalam sejarah. Ada wanita, orang kulit berwarna dan pria gay yang terbuka. Ada miliarder, sosialis, dan guru swadaya. Pandangan agama senator Vermont Bernie Sanders tidak terlalu jelas tetapi tidak ada ateis yang dikenal. Orang yang tidak percaya tetap sedikit dan jarang dalam politik Amerika. Di Kongres, satu-satunya yang secara terbuka “keluar” adalah Jared Huffman, seorang Demokrat yang mewakili distrik kedua California dan pendukung utama pemakzulan Donald Trump.

Mengapa Begitu Sedikit Politisi AS Yang Keluar Sebagai Ateis

outcampaign – Huffman mengumumkan pada akhir 2017 bahwa dia adalah seorang humanis, bukan seorang ateis. Dalam sebuah wawancara di kantornya di Capitol Hill, dia mencirikan dirinya sebagai “non-religius, humanis, spiritual meskipun tanpa dogma tertentu. Saya seorang pengelana spiritual. ‘Seeker’ juga akan menjadi kata yang sangat bagus.” Ditanya bagaimana dia akan mendefinisikan spiritual, Huffman berkata: “Saya tertarik pada moralitas dan nilai-nilai yang menyatukan kita, hal-hal yang dari waktu ke waktu benar-benar menjadi dasar banyak agama, tetapi saya hanya melihat begitu banyak dalam agama terorganisir yang tidak. Itu tidak bekerja untuk saya sehingga saya tidak dapat menemukan kecocokan di sana.”

Baca Juga : Mengapa Amerika Membutuhkan Ateisme Jenis Baru Saat ini

Huffman, 55, tidak memiliki keinginan untuk meniru militan seperti Richard Dawkins atau Christopher Hitchens. “Ateisme tampaknya membawa serta gagasan anti-agama sebagai lawan non-agama,” katanya. “Saya lebih suka non-religius karena saya hanya ingin semua orang membuat pilihan agamanya sendiri. Saya tidak menentang mereka beragama.

“Saya tidak akan pernah menyebut agama sebagai sesuatu yang buruk. Saya melihat terlalu banyak hal baik terjadi oleh orang-orang beriman dan bahkan agama yang terorganisasi. Saya pikir ensiklik Paus Fransiskus adalah salah satu pernyataan yang paling berdampak pada perubahan iklim dan alam akhir-akhir ini dan saya telah melihat kepemimpinan hebat lainnya dalam isu-isu moral penting dari orang-orang beriman. Saya telah melihat banyak hal buruk dan tidak bermoral juga. Jadi itu hanya campuran.”

Jajak pendapat Gallup yang diterbitkan pada bulan Mei menguji kesediaan orang Amerika untuk memilih calon presiden dari kelompok tertentu. Sekitar 96% mengatakan mereka bersedia memilih kandidat yang berkulit hitam, diikuti oleh Katolik dan Hispanik (masing-masing 95%), seorang wanita (94%), Yahudi (93%), seorang Kristen evangelis (80%), gay atau lesbian (76%), di bawah 40 (71%), Muslim (66%) dan di atas 70 (63%).

Bagian bawah tabel adalah ateis (60%), diikuti oleh satu hal yang dianggap lebih buruk: sosialis (47%). Namun demikian, persentase orang Amerika yang bersedia memilih seorang ateis lebih dari tiga kali lipat dari 18% yang dicatat Gallup dalam ukuran pertamanya, pada tahun 1958.

Sebagian besar kandidat Demokrat 2020 merujuk pada keyakinan mereka. Mantan wakil presiden Joe Biden, seorang Katolik, memakai rosario mendiang putranya Beau di pergelangan tangan kirinya . Senator Massachusetts Elizabeth Warren, seorang Metodis, mengatakan pada bulan Juni : “Iman saya menjiwai semua yang saya lakukan.” Walikota South Bend, Pete Buttigieg, seorang Episkopal, dipuji karena mengklaim kembali agama bagi kaum kiri sementara Marianne Williamson menyatakan : “Agama saya Yudaisme, spiritualitas saya universal.”

Sanders, seorang Yahudi, adalah kasus yang lebih ambigu. Selama kampanye 2016, email yang bocor mengungkapkan bahwa seorang pejabat Demokrat mempertimbangkan untuk mengajukan pertanyaan apakah Sanders adalah seorang ateis dengan harapan melemahkannya melawan Hillary Clinton. Sanders mengatakan kepada Washington Post tahun itu dia “tidak aktif terlibat dengan agama terorganisir” tetapi menambahkan: “Saya pikir semua orang percaya pada Tuhan dengan cara mereka sendiri. Bagi saya, itu berarti kita semua terhubung, semua kehidupan terhubung, dan kita semua terikat bersama.”

Jadi apa yang akan terjadi jika calon 2020 keluar sebagai orang yang tidak percaya? “Saya pikir mereka akan menderita kritik yang mematikan,” kata Huffman. “Masih ada, di tingkat politik nasional, anggapan bahwa Anda harus menaruh semacam keyakinan di luar sana. Saya tidak mengatakan bahwa ada orang yang berpura-pura di bidang kepresidenan, tetapi masih ada anggapan bahwa itu adalah salah satu hal yang harus Anda lakukan.

‘Pembicaraan yang sopan’

Di Kongres juga, orang Kristen masih terwakili secara berlebihan jika dibandingkan dengan masyarakat umum, menurut Pew Research Center . Sekitar 23% masyarakat mengatakan mereka ateis, agnostik, atau “tidak ada yang khusus”. Jumlah anggota Kongres non-Kristen sekarang adalah 63, kata Pew, terdiri dari 34 Yahudi, tiga Muslim, tiga Hindu, dua Buddha, dua Unitarian Universalis, dan 19, termasuk senator Arizona Kyrsten Sinema, yang menolak untuk menentukan a afiliasi keagamaan. Huffman, yang termasuk dalam kategori terakhir, bergaul dengan beberapa rekan lebih baik dari yang lain.

Mengapa Amerika Membutuhkan Ateisme Jenis Baru Saat ini
Ateis Informasi

Mengapa Amerika Membutuhkan Ateisme Jenis Baru Saat ini

Mengapa Amerika Membutuhkan Ateisme Jenis Baru Saat iniAda dua krisis mendesak yang terkait dengan keadaan agama di Amerika saat ini. Ateisme gaya baru dapat membantu menjawab keduanya. Krisis pertama berakar pada agama yang berlebihan. Teokrasi Kristen bukanlah momok yang jauh tetapi realitas yang muncul di Amerika. Dipicu oleh Mahkamah Agung yang reaksioner radikal yang dua pertiga Katolik, “tembok pemisah” Thomas Jefferson yang sudah bobrok dan grafiti antara gereja dan negara runtuh. Penjungkirbalikan Roe v. Wade berarti kehidupan wanita di seluruh negeri disandera oleh konsepsi kehidupan Kristen konservatif. Kennedy v. Bremerton mengizinkan pejabat sekolah untuk berdoa di depan umum dan membuat siswa merasa tertekan untuk bergabung.

Mengapa Amerika Membutuhkan Ateisme Jenis Baru Saat ini

outcampaign  – Carson v. Makin mengizinkan dolar pembayar pajak digunakan untuk mendanai pendidikan agama. Dan di tingkat negara bagian, badan legislatif yang dipimpin oleh Partai Republik telah menyerukan agama Kristen saat mereka melakukan serangan sistematis terhadap hak-hak transgender, sementara “para pelaku aborsi” meyakinkan beberapa anggota parlemen Louisiana bahwa orang yang melakukan aborsi harus didakwa dengan pembunuhan. Para cendekiawan dari hak beragama juga membunyikan alarm atas munculnya nasionalisme Kristen, sebuah QAnon gerakan politik otoriter yang pendukungnya melanggar Capitol AS dan berdoa di lantai Senat pada 6 Januari 2021. “Gereja seharusnya mengarahkan pemerintah , pemerintah tidak seharusnya mengarahkan gereja,” Rep. Lauren Boebert dari Colorado, seorang pemimpin sayap Trump yang fanatik di DPR, mengatakan di sebuah gereja di negara bagian asalnya baru-baru ini. “Saya lelah dengan pemisahan sampah gereja dan negara ini.” Dia menerima tepuk tangan meriah dari penontonnya.

Baca Juga : Berlawanan Dengan Kepercayaan Populer: Memulihkan Akar Rumput Sejarah Amerika Ateisme

Ironisnya, krisis kedua terkait dengan kemerosotan agama. Hak beragama mengamankan lebih banyak kekuasaan di pengadilan dan legislatif dan menjadi lebih berpengaruh dalam budaya sayap kanan, tetapi tidak menjadi lebih populer. Sebaliknya, telah terjadi pergeseran Amerika yang semakin cepat dari agama yang terorganisir – dan paling sering menuju “tidak ada yang khusus”. Semakin banyak orang Amerika yang melepaskan diri dari komunitas agama yang memberikan tujuan dan forum untuk kontemplasi moral, dan tidak perlu menemukan apa pun sebagai gantinya. Mereka keluar dari gereja dan data survei menunjukkan bahwa mereka secara tidak proporsional suka disingkirkan dari kehidupan sipil . Lintasan mereka mengikuti tren kehidupan sekuler selama puluhan tahun yang lebih luas yang didefinisikan dengan menjatuhi kepercayaan sosial , kepercayaan pada institusi , dan partisipasi dalam masyarakat sipil.

Keyakinan saya adalah bahwa gerakan ateis yang energik dan terorganisir yang saya usulkan sebagai “ateisme komunitarian” akan memberikan cara yang efektif untuk melindungi diri dari krisis kembar yang mengintensifkan ekstremisme agama di satu sisi, dan konsekuensi sosial atomisasi dari terjunnya religiositas konvensional. di sisi lain. Komunitas ateis yang terorganisir dapat membantu mengagitasi dan membiayai kelompok sekuler yang setara dengan Masyarakat Federalis gerakan hukum sayap kanan yang membantu mengisi pengadilan federal dengan ahli hukum kanan yang keras dan membantu membawa kita ke dalam kekacauan ini untuk bertindak sebagai benteng melawan teokrasi . “Tidak ada, dan maksud saya nol , inovasi dalam doktrin pemisahan [gereja dan negara] dalam 50 tahun terakhir,” kata Jacques Berlinerblau, seorang sarjana di Universitas Georgetown dan penulis “Sekularisme: Dasar-Dasar,” kepada Saya. Ateis yang secara sadar percaya pada pandangan dunia mereka memiliki minat yang sangat mendesak untuk membantu memimpin gerakan hukum dan politik untuk melindungi dari teokrasi.

Pada saat yang sama, ateisme dapat mengatasi kekosongan sosial dan spiritual yang muncul setelah kematian lambat dari agama terorganisir arus utama. Ini membutuhkan belajar dari agama, bukan sembarangan menyerangnya. Dengan menyatukan kelompok belajar, komunitas untuk meditasi sekuler, dan menjelaskan makna dan kegembiraan ateisme tanpa memuntahkan racun terhadap semua agama, ateis dapat membangun ruang bagi orang yang skeptis agama untuk menemukan tujuan, berpikir tentang etika, membentuk komunitas, dan mempertimbangkan dengan lebih hati-hati bagaimana caranya. untuk membangun masyarakat yang lebih baik. Perjalanan pribadi saya sebagai seorang ateis yang melibatkan kekecewaan terhadap agama dan ateisme arus utama adalah bagian besar dari bagaimana saya sampai pada gagasan ini. Mungkin membantu untuk membagikannya. Ateisme membuka dunia saya. Tapi itu tidak menyatukannya.

Saya dibesarkan dalam keluarga Muslim di AS, tetapi saya berpaling dari Islam di masa remaja saya setelah percakapan penting dengan kakek saya pada suatu hari di musim panas di Pakistan. Kakek saya adalah seorang profesor yang senang mengalahkan saya dalam catur dan mengajukan pertanyaan yang menjengkelkan, dan dia pernah mengajukan kepada saya versi dari apa yang oleh filsuf Universitas Columbia Philip Kitcher disebut sebagai argumen dari simetri . Dia mempertanyakan mengapa saya menganut Islam khususnya ketika begitu banyak agama lain membuat klaim tentang keberadaan tuhan, beberapa di antaranya cukup mirip dengan Islam, beberapa berbeda secara radikal. Aku membeku. Tanpa dasar untuk membedakan antara keabsahan berbagai klaim tentang hal-hal gaib ini—menurut definisi, saya tidak dapat mengetahui atau membuktikan tuhan mana yang benar—saya segera mengakui bahwa religiositas saya hanyalah kebetulan belaka.

Kehilangan agama saya adalah momen ekstasi yang tak terduga. Saya tidak lagi menyalahkan diri sendiri karena tidak memahami kekosongan yang saya rasakan saat berdoa kepada dewa. Saya pun akhirnya merasa nyaman menginterogasi Islam sebagai wahana konservatisme sosial dan patriarki. Saya tahu klaim bahwa tuhan itu ada tidak dapat dibuktikan atau disangkal, tetapi saya tidak dapat mempercayainya terutama seperti yang dipahami secara tradisional dalam agama monoteistik utama tanpa bukti atau penyelesaian pertanyaan seperti “masalah kejahatan . ” Jadi saya menjadi seorang ateis.

Beberapa orang menganggap ateis tidak memiliki kemudi dan hidup di dunia yang dingin dan tidak berarti. Pengalaman saya sebaliknya. Ateisme menghidupkan saya dan mendorong saya untuk mengembangkan skeptisisme yang lebih luas terhadap segala macam kebijaksanaan yang diterima . Perpindahan surga mengilhami saya untuk berpikir tentang mencapai utopia di bumi; bacaan saya condong ke arah sayap kiri yang radikal, dan saya berputar ke arah aktivisme politik. Sebagai seorang siswa di sekolah menengah yang mengamati praktik dan filosofi Quakerisme, sebuah sekte Kristen kecil yang berkomitmen pada cita-cita egaliter, saya tidak percaya Quaker mengatakan bahwa ada “Tuhan dalam diri setiap orang”. Tetapi saya sering menikmati menghabiskan pertemuan ibadah mingguan, di mana kami diminta untuk duduk diam selama sekitar satu jam, tenggelam dalam pemikiran tentang seperti apa masyarakat yang lebih memuaskan itu.

Namun, saya tidak selalu menikmati memecahkan roti dengan orang ateis yang saya temui. Peralihan pribadi saya ke ateisme bertepatan dengan kebangkitan Ateisme Baru di tahun 2000-an dan 2010-an – sebagai seorang mahasiswa, saya menyaksikan penulis polemik seperti mendiang Christopher Hitchens berceramah tentang bagaimana agama meracuni segalanya dengan ambivalensi yang besar. Di satu sisi, saya setuju dengan dan belajar dari beberapa kritik agama Atheis Baru sebagai kekuatan untuk mencekik pemikiran kritis dan menyediakan tradisionalisme sosial. Di sisi lain, saya menemukan bahwa Ateis Baru membuat karikatur agama, dan mengabaikan semua nuansa keyakinan agama dan peran positif yang dapat dimainkannya dalam kehidupan manusia.

Berlawanan Dengan Kepercayaan Populer: Memulihkan Akar Rumput Sejarah Amerika Ateisme
Ateis Informasi

Berlawanan Dengan Kepercayaan Populer: Memulihkan Akar Rumput Sejarah Amerika Ateisme

Berlawanan Dengan Kepercayaan Populer: Memulihkan Akar Rumput Sejarah Amerika AteismeAku n tahun 1920-an, kota kecil datang untuk kejam ejekan dari orang-orang seperti Sinclair Lewis dan H. L. Mencken. “Desa ateis,” diciptakan oleh penulis Van Wyck Brooks, menjadi salah satu karakter saham yang dihuni membayangkan Amerika dusun akhir abad ke-19 token yang tidak percaya, mengoceh angin di lanskap yang luas ceroboh, sia-sia kesalehan, pengecualian yang membuktikan aturan kemalaman ketidaktahuan.

Berlawanan Dengan Kepercayaan Populer: Memulihkan Akar Rumput Sejarah Amerika Ateisme

outcampaign  – Pada saat yang sama, fundamentalisme Kristen star mawar, memperoleh ketenaran dan pengaruh melalui 1925 sidang John Scopes. Bangsa ateis menjawab dengan mencolok, media yang cocok bagi hukum kampanye mereka sendiri, untuk memperjuangkan kebebasan sipil dan tantangan gereja-negara koneksi. Kecenderungan ini terjebak nostalgia apapun budaya tidak beragama sebenarnya sudah ada sebelum pergantian abad. Sejarawan agama Leigh Eric Schmidt (Washington Univ. di St. Louis) mengambil langkah menuju piecing bersama-sama budaya ini dalam buku barunya, Desa Atheis: Bagaimana Amerika orang-orang Kafir Membuat Jalan Mereka dalam Beribadah Bangsa (Princeton Univ. Press). Di akhir abad ke-19, Schmidt telah ditemukan, permusuhan terhadap ateis itu semua terlalu nyata: oleh undang-undang, mereka tidak bisa bertugas sebagai juri atau bersaksi di pengadilan, mereka bisa ditangkap untuk mendistribusikan bahan-bahan cetak, dan banyak menghadapi pelecehan atau kekerasan dari tetangga.

Baca Juga : 5 Hal Yang Saya Harap Orang Mengerti Tentang Ateisme di Amerika

Isolasi sering diproduksi dissemblance tentang keyakinan mereka yang sebenarnya. Tetapi jika mereka telah hidup dalam satu komunitas yang selama bertahun-tahun, mereka mungkin dianggap lebih atau kurang tegak warga: eksentrik tapi dapat diandalkan dalam keadaan darurat. Secara bersamaan, tumpang tindih kelompok pemikir bebas, sekularis, dan “liberal” (semua yang mengaku tidak beragama) memerintahkan besar penonton di sirkuit kuliah, diterbitkan secara nasional beredar jurnal, dan membentuk jaringan yang kuat. Beberapa yang populer speaker, seperti Emma Goldman dan Robert Ingersoll, menggambar kerumunan besar ateis dan penasaran orang-orang percaya yang sama. Tapi Schmidt berfokus pada empat tokoh yang semua tapi lupa hari ini, merekonstruksi budaya ketidakpercayaan yang meresap kehidupan kota kecil, pada budaya sendiri.

Desa Ateis tumbuh dari Schmidt bekerja pada pos-Protestan berbagai postbellum spiritual gerakan menjauh dari denominasi-denominasi arus utama dalam jiwa-Jiwa yang Gelisah: Pembuatan Amerika Spiritualitas (2005). Unitarian, spiritualis, Kongregasionalis-berubah-Buddha, dan lain-lain “pencari” “mulai dari dalam Protestan dunia dan menjadi bayangkan dari itu dalam satu cara atau yang lain,” katanya. “Saya melihat mereka sebagai agama liberal dan kosmopolitan. Dan kemudian aku melihat orang-orang ateis dan pemikir bebas sebagai sekuler sepupu dari orang-orang agama liberal orang-orang yang, bukan menjadi spiritualis atau pergi ke Pemikiran Baru, menjadi diehard kritikus bahwa Protestan dunia.”

Misalnya, C. B. Reynolds, salah satu mata kuliah dari empat studi kasus di Desa Ateis , impor tenda kebangkitan dari pengalamannya sebagai seorang yang sungguh-sungguh pengkhotbah antara Advent hari Ketujuh, kelompok mempersiapkan diri untuk kedatangan Tuhan, di bagian dengan menguduskan hari Sabat pada hari sabtu dan bukan minggu. “Untuk menjadi sebuah desa Advent, seperti menjadi seorang ateis desa, itu akan sangat berbeda minoritas,” Schmidt menulis. “Terhabituasi untuk menyerang konvensional Protestan Sabbatarianism. Reynolds ternyata cukup mudah untuk mendaur ulang Advent tafsir sekuler untuk tujuan.”

Membentangkan kemahnya di mana-mana ia pergi, bahkan setelah menjadi seorang pemikir bebas di tahun 1880-an, ia menarik penonton terbiasa untuk menghadiri kebangunan rohani. “Tidak ada cara lain akan begitu cepat mengembangkan backbone di moluska,” Reynolds menyatakan tentang potensi “bertobat” pada tahun 1885. “Ketika mereka melihat setiap sore dan malam hari sangat besar orang banyak yang berbondong-bondong ke tenda, mereka akan jadi cepat mendapatkan vertebra bahwa mereka akan menyatakan mereka selalu hati dan jiwa dalam pekerjaan baik.” The Advent’ awal pelukan penyebab pemisahan gereja-negara juga disekolahkan Reynolds baik dalam gerakannya ke arah pemikiran bebas. Ia pergi bolak-balik antara kepercayaan dan ketidakpercayaan, menunjukkan fleksibilitas dari akhir abad ke-19 pengalaman religius di Amerika Serikat. Dalam satu kota, Baptis meminjamkan gereja mereka untuk melakukan sekuler pemakaman untuk seorang anak.

Tapi toleransi itu sering pengecualian, bukan aturan. Pada tahun 1887, Reynolds adalah mencoba untuk menghujat, masih ada pelanggaran hukum. Pada tahun yang sama, Anthony Comstock Masyarakat untuk Penindasan Wakil tip off US marshals tentang Elmina Slenker, Virginia ateis terkenal untuk mendistribusikan “cabul” bahan-bahan yang berhubungan dengan pernikahan, tubuh, dan seksualitas dalam surat. “Mereka akan mengejarnya,” tulis Schmidt, “dia menghujat dan kecabulan yang benar-benar terjerat; memalukan dia tidak beragama dan ‘bermoral sentimen’ tentang seks yang semua bagian dari penyihir brew.” Diseret ke pengadilan, di mana dia tentu menolak untuk mengambil sumpah, Slenker dicontohkan semacam pemikir bebas yang gusar lain ateis dengan menyatakan haknya untuk pelanggaran hukum kecabulan akan sejauh untuk menggunakan istilah vulgar suka bercinta dalam tulisan-tulisannya. Kehormatan adalah penting untuk banyak ateis, karena mereka sering menghadapi tuduhan libertinism. Salah satu aktivis khawatir, “Siapa yang tidak tahu bahwa biaya tersebut [cabul] adalah sebuah ‘memasuki baji’ . . . untuk mendapatkan karya-karya dari Pemikiran Bebas dikecualikan dari mata publik?” Schmidt berpendapat bahwa Slenker kasus menandakan kejaksaan berpaling dari penghujatan untuk kecabulan, yang “akan menyulitkan kehidupan yang signifikan kader pemikir bebas dan orang-orang kafir dan meningkatkan baru keraguan tentang kesetaraan perlindungan kebebasan sipil mereka.”

Dunia akhir abad ke-19, kemudian, adalah lebih lunak ketika itu datang dengan kepercayaan dan ketidakpercayaan dari stereotip gereja Victoria akan membiarkan. Itu jauh dari hari ini Baru Ateis yang dipimpin oleh media yang cocok bagi orang-orang seperti Bill Maher, Sam Harris, Richard Dawkins, dan almarhum Christopher Hitchens—yang biasanya memberitakan bedrock supremasi ilmu pengetahuan sementara menghukum semua agama sebagai takhayul omong kosong yang aktif merusak kehidupan masyarakat. Sementara jumlah mengidentifikasi diri ateis di Amerika Serikat lebih kecil, tumbuh, mungkin ditingkatkan dengan keunggulan angka-angka ini dan kesediaan mereka untuk memerangi penantang warna-warni. Namun, Ateisme Baru ini militansi—misalnya, sekitar seharusnya hubungan antara Islam dan terorisme telah menimbulkan kontroversi.

Schmidt, siapa saja yang diajarkan pada sekularisme, tidak beriman, dan ateisme tiga kali (di Washington University dan Harvard Divinity School), kata seorang siswa dipengaruhi pemikirannya, terutama mereka yang berkomitmen untuk Ateisme Baru. “Aku akan sering menarik perhatian siswa atau dua orang yang cukup penting untuk ateis, sekuler pandangan dunia,” katanya. “Saya mencoba untuk mendapatkan mereka untuk melihat dunia melalui perspektif lain juga, karena apa yang saya temukan di antara Ateis Baru adalah bahwa mereka kelaparan tengah oksigen. Saya ingin siswa-siswa saya untuk dapat melihat bahwa itu baik untuk membiarkan aliran udara di sini, dan untuk dapat bergerak bolak-balik dalam jenis dialogis dengan orang-orang beragama.” Dibesarkan di progresif United Methodist Church, Schmidt masih mencoba mengejar sumber-sumber primer mengenakan “kacamata” Sosial Injil Protestan. “Mungkin alasan aku begitu peduli untuk terlibat Ateis Baru dalam percakapan tertentu adalah karena saya benar-benar peduli banyak tentang tengah perspektif, dan saya ingin melihat bahwa ekumenis Protestan perspektif masih memiliki kehadiran di Amerika kehidupan publik.” Meskipun demikian, ia menggambarkan dirinya sebagai “berlatih sarjana, tidak berlatih percaya atau tidak percaya,” ketika ia meneliti dan menulis.

Abad ke-19 “old ateisme,” untuk tujuan yang lebih baik, tidak membuat bercacat nenek moyang untuk hari ini bertuhan siswa. Desa Ateis membahas perpecahan dalam gerakan lebih dari jenis kelamin dan ras tertentu. Missouri kartunis Watson Heston, cast dari Thomas Nast cetakan, menarik alegori dari alasan menang atas takhayul, dengan mantan direpresentasikan sebagai pemuda kulit putih. Untuk ateis seperti Heston, wanita adalah tokoh-tokoh dari kesalehan dan oleh karena itu tidak dapat dipercaya pemikir bebas. “Banyak hal, terutama dari pengagum Heston, merupakan perwujudan dari ini maskulin keberanian yang laki-laki pemikir bebas yang tertarik,” Schmidt mengatakan. “Mereka selalu menetapkan bahwa dalam kontras dengan sentimentalitas wanita, kesalehan wanita. Sehingga hal ini dapat menjadi sangat agresif dan bahkan bermusuhan dalam cara mereka berpikir tentang kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.” Lomba dibagi pergerakan regional. Heston telah “tidak ada bunga dalam solidaritas dengan Frederick Douglass,” Schmidt mengatakan, tetapi dalam tokoh populer di Midwest dan Timur laut, “anda melihat beberapa solidaritas.” Sangat sedikit kota-kota kecil di Amerika Afrika ateis muncul dalam penelitiannya, meskipun beberapa akan mendapatkan terkenal nasional selama dan setelah Migrasi Besar, hitam ketika kantong-kantong yang tumbuh di kota-kota.

Schmidt berencana untuk menggali lebih dalam kehidupan sosial dan masyarakat ateis dalam pekerjaan yang akan datang, termasuk upaya mereka untuk membangun pemikiran bebas dan humanis masyarakat, mereka “ritual kehidupan,” dan partisipasi mereka dalam gerakan kebebasan sipil. Dalam membaca di surat-surat dari kota kecil warga ke editor kafir jurnal—sumber utama dari anekdot di Desa Ateis —membuktikan bahwa tidak beragama yang ada di semua wilayah negara, termasuk apa yang akan menjadi Sabuk Alkitab. Tantangannya sekarang adalah untuk menyempurnakan dunia yang lebih detail, mungkin untuk menyediakan cara bagi para sarjana untuk memahami bahwa kehidupan asosiasional Tocqueville diamati tidak terdiri hanya satu agama.

5 Hal Yang Saya Harap Orang Mengerti Tentang Ateisme di Amerika
Ateis Informasi

5 Hal Yang Saya Harap Orang Mengerti Tentang Ateisme di Amerika

5 Hal Yang Saya Harap Orang Mengerti Tentang Ateisme di AmerikaPertama kali saya ingat secara terbuka mengidentifikasi sebagai seorang ateis adalah ketika saya mengumumkan kepada kelas bahasa Inggris siswa sekolah menengah pertama saya bahwa saya tidak percaya pada Tuhan. Belakangan hari itu di gym, tulang selangka saya patah saat bermain dodgeball. Apakah itu balas dendam Tuhan atas penghujatan saya? Saya tidak berpikir begitu, tetapi untuk sementara di sana, saya menjaga ateisme saya tetap rendah untuk berjaga-jaga.

5 Hal Yang Saya Harap Orang Mengerti Tentang Ateisme di Amerika

outcampaign  – Tidak lagi. Meskipun saya memiliki kedekatan dengan agama-agama Asia seperti Buddhisme dan Taoisme dan bahkan memiliki gelar master dalam studi agama dari sekolah ketuhanan, saya telah menjadi seorang ateis yang tidak tahu malu selama masa dewasa saya. Saya telah mengajar hukum Amandemen Pertama di Universitas Boston selama hampir 20 tahun, saya adalah pendukung kuat pemisahan gereja dan negara, dan baru-baru ini menerbitkan sebuah buku berjudul Our Non-Christian Nation , tentang bagaimana ateis dan kelompok minoritas lainnya. menuntut tempat mereka yang setara dalam kehidupan publik berdampingan dengan mayoritas Kristen.

Baca Juga : Mengapa Orang Amerika Tidak Begitu Nyaman dengan Keberadaan Ateisme?

Sebagai bagian dari penelitian saya, saya melakukan perjalanan ke seluruh negeri dan berbicara dengan para pemimpin kelompok minoritas untuk mencari tahu bagaimana perasaan mereka tentang dominasi Kristen dalam kehidupan publik bangsa kita. Saya melihat seorang ateis memberikan doa di hadapan dewan kota yang sebelumnya dia gugat karena melanggar Amandemen Pertama, menghadiri upacara Hari Veteran yang diadakan oleh seorang pendeta wanita kafir yang berhasil menuntut pemerintah federal untuk menyetujui pentakel Wiccan untuk penempatan di batu nisan pemakaman nasional, dan duduk di atas patung perunggu setinggi 9 kaki dari sosok okultisme berkepala kambing yang ingin dipasang Kuil Setan di properti pemerintah suatu hari nanti.

Jumlah orang yang tidak percaya pada tuhan apapun telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Menurut Pew Research Center, hampir seperempat populasi mengidentifikasi diri sebagai “tidak ada”, naik 7 persen dari tahun 2007 hingga 2014 . Sekitar 10 persen dari semua orang Amerika mengatakan mereka ateis, meskipun perkiraan ini mungkin rendah . Mengingat jumlah kita yang terus bertambah, penting bagi non-ateis untuk memahami apa artinya bagi seseorang yang tidak percaya pada tuhan mana pun. Berikut adalah beberapa hal yang saya ingin orang ketahui tentang ateisme dan menjadi seorang ateis di Amerika Serikat.

1) Ada banyak jenis ateis, dan kita tidak semua merasakan hal yang sama tentang agama

Ateis semua percaya tidak ada tuhan yang mengatur alam semesta, tetapi selain itu, tidak ada yang menyatukan kita. Saya telah bertemu dan berbicara dengan banyak ateis, dan saya dapat bersaksi bahwa kami adalah kelompok yang beragam. Bagi sebagian dari kita, ateisme kita adalah inti dari identitas diri kita dan mendorong apa yang kita lakukan. Bagi yang lain, itu hanya satu fakta tentang kita di antara banyak fakta dan sebenarnya tidak terlalu penting.

Ateis datang dalam semua garis politik. Beberapa adalah Republikan; lainnya adalah Demokrat. Mungkin beberapa memilih Jill Stein terakhir kali. Saya memilih Bernie Sanders. Beberapa ateis menganggap agama itu konyol atau umumnya mengerikan, sementara yang lain tidak berpikir tentang agama sama sekali, dan yang lain berpikir agama baik-baik saja, atau bahkan kekuatan untuk kebaikan. Secara pribadi, saya terpesona oleh agama dan saya sangat percaya pada kebebasan beragama, meskipun saya tidak suka bagaimana sebagian besar keyakinan agama saat ini cenderung mendorong orang ke arah politik yang benar.

Memang benar bahwa beberapa ateis marah pada agama, pada orang beragama, pada pemerintah tetapi tidak semua dari kita marah. Beberapa sangat bahagia, tetapi tidak semua dari kita. Aku tidak marah ataupun senang. Saya menganggap diri saya sebagai “ateis yang menyedihkan”. Saya tidak ingin yang lebih baik daripada percaya bahwa beberapa makhluk mahatahu dan maha kuasa menciptakan dunia untuk suatu tujuan. Itu pasti akan menyenangkan! Itu pasti akan menghilangkan sebagian dari kecemasan “dunia ini tidak berarti dan saya hanya berdiri di atas batu raksasa yang berputar-putar tanpa tujuan di seluruh alam semesta” yang terkadang saya rasakan. Sayangnya bagi saya, saya hanya tidak percaya ada Tuhan atau banyak dewa atau Tao atau apapun yang masuk akal di dunia. Hanya ada kita. Dan mungkin beberapa alien luar angkasa, saya kira, tetapi mereka tidak terlalu membantu.

2) Organisasi ateis mulai berbuat lebih baik dalam membantu orang dan mempromosikan keadilan sosial

Katakan apa yang Anda inginkan tentang lembaga keagamaan seperti gereja dan kuil, tetapi mereka cenderung membantu banyak orang – setidaknya orang-orang yang mempercayai hal-hal yang “benar” dan pandai menciptakan rasa kebersamaan di antara orang-orang percaya yang berpikiran sama. Meskipun tentu saja ateis individu melakukan banyak hal untuk membantu orang lain, kita biasanya tidak berpikir tentang kelompok atau komunitas ateis yang berkumpul untuk memberikan layanan bagi mereka yang membutuhkan, setidaknya tidak dengan cara ateis yang sadar diri. Tapi itu berubah.

Ini adalah sesuatu yang saya pelajari ketika saya meneliti buku Our Non-Christian Nation saya . Untuk satu hal, saya mengetahui banyak tentang Kuil Setan , agama nonteistik yang memuliakan Setan sebagai simbol pemberontakan melawan otoritas yang menindas. TST, seperti yang sering diketahui, memiliki pengikut puluhan ribu, baru saja diakui sebagai agama resmi oleh IRS , dan aktif di seluruh negeri, dengan kehadiran yang sangat kuat di New York City, Arizona, dan Seattle. Bab-babnya mengatur segala macam kampanye untuk membantu orang, mulai dari mengumpulkan produk menstruasi untuk orang yang membutuhkan ( “Menstruatin’ With Satan” ) hingga menyediakan kaus kaki untuk para tunawisma ( “Kaus Kaki untuk Setan” ) hingga menyumbangkan popok untuk keluarga yang membutuhkannya ( ” Popok untuk Setan Kecil” ).

Demikian pula, ketika saya menghadiri konferensi tahunan sebuah organisasi yang dibentuk untuk membantu siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi yang tidak percaya yang disebut Asosiasi Mahasiswa Sekuler pada Juli 2016, saya belajar bahwa keluar dan membantu orang adalah perhatian utama bagi kaum muda sekuler. Pembicara demi pembicara mendesak para ateis di antara hadirin untuk pergi ke dunia dan secara aktif melayani komunitas mereka. Misalnya, dalam pidato pembukaannya, Fernando Alcántar, seorang mantan pemimpin pemuda religius yang menyebut dirinya “gaytheist”, mengatakan kepada hadirin bahwa ateis tidak bisa hanya “sibuk membaca makalah dan membuat penemuan”, meninggalkan bisnis menyelamatkan orang. gereja dan agama. Omong-omong, tema untuk konferensi grup tahun 2019 adalah “Bersama Lebih Baik: Menciptakan Komunitas yang Bermakna”.

3) Tampaknya hal-hal kecil yang bahkan mungkin tidak diperhatikan oleh orang beragama dapat benar-benar membuat kita menjadi ateis pisang, dan untuk alasan yang bagus

Jika Anda adalah orang yang religius, mungkin seorang monoteis, apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa ateis menjadi begitu bengkok dengan fakta bahwa “In God We Trust” muncul di uang kita dan “under God” ada di Ikrar Kesetiaan? Maksudku, apa masalahnya, kan? Bukankah seharusnya kita santai saja? Nah, bagaimana perasaan Anda jika uang dolar mengatakan “Tidak Ada Tuhan” dan Ikrar Kesetiaan menyatakan bahwa kita adalah “satu bangsa di bawah Tuhan apa pun, yay”? Bagaimana Anda akan menyukainya jika anak-anak Anda dipaksa mengatakan itu setiap hari sebelum kelas?

Saya memiliki ingatan yang sangat jelas untuk meninggalkan bagian sumpah “di bawah Tuhan” ketika saya dipaksa untuk melafalkannya di sekolah dasar, dan saya telah berbicara dengan banyak ateis lain yang memiliki ingatan serupa. Ketika pemerintah memaksa Anda sebagai seorang anak untuk menegaskan sesuatu tentang sifat alam semesta yang menurut Anda pada dasarnya salah, itu cenderung melekat pada Anda.

4) Ada perbedaan besar antara individu swasta yang mempromosikan keyakinan agama mereka dan pemerintah yang melakukan hal yang sama. Tetapi ini tidak berarti pemerintah tidak dapat mempromosikan fakta dan gagasan yang tidak sejalan dengan beberapa keyakinan agama.

Setiap orang di Amerika Serikat memiliki hak untuk mempraktikkan agama mereka dan berbicara tentang betapa hebatnya itu dan bahkan mencoba membuat orang lain mempercayainya juga. Ateis mengakui hal ini (dan tentu saja kami dapat melakukan hal yang sama), tetapi sebagai minoritas, kami juga memahami bahwa posisi pemerintah berbeda dengan rakyat yang diperintahnya. Di Amerika Serikat, pemerintah mewakili semua warga negaranya, yang berarti tidak boleh dan (jika Konstitusi ditafsirkan dengan benar) tidak dapat mempromosikan satu agama atas agama lain atau agama atas non-agama. Itulah mengapa apa pun keputusan Mahkamah Agung dalam beberapa minggu ke depan, negara bagian Maryland tidak boleh mensponsori salib setinggi 40 kaki di properti pemerintah, bahkan jika salib itu juga merupakan monumen Perang Dunia I. .

Mungkin Anda bertanya-tanya: Jika pemerintah tidak dapat mempromosikan agama di atas non-agama, bukankah itu berarti pemerintah juga tidak dapat mempromosikan non-agama di atas agama, dan bukankah itu pada gilirannya berarti sekolah negeri juga bisa? tidak melakukan hal-hal seperti mengajarkan evolusi atau membagikan kondom? Sebagai seseorang yang telah mengajar dan menulis tentang hukum gereja-negara selama hampir 20 tahun, saya telah mendengar dan membaca argumen semacam ini lebih sering daripada yang dapat saya ingat.

Jawaban atas pertanyaan dua bagian ini adalah ya dan tidak. Pemerintah tidak dapat mempromosikan ateisme di atas agama, itu benar. Tetapi itu tidak berarti pemerintah tidak dapat melakukan hal-hal di sekolah umum dan di tempat lain yang kebetulan tidak sesuai dengan apa yang diyakini sebagian orang beragama. Mengajarkan evolusi dan membagikan kondom mungkin bertentangan dengan apa yang diyakini beberapa orang beragama, tetapi itu tidak sama dengan mengatakan bahwa tidak ada tuhan.

Sebagai seorang ateis, itu membuat saya frustrasi ketika orang mengatakan bahwa sekolah umum mempromosikan pandangan dunia sekuler karena mereka tidak diizinkan untuk mensponsori doa atau melakukan hal-hal lain yang ingin dilakukan oleh beberapa orang beragama. Jika ini tidak jelas, cobalah eksperimen pemikiran ini yang sering saya ajukan ketika saya mengajar siswa tentang Amandemen Pertama: Seperti apa sekolah (swasta, tentu saja) yang benar-benar didedikasikan untuk mempromosikan ateisme?

Itu tidak akan halus. Itu tidak hanya mengajarkan evolusi; itu akan mengajarkan secara eksplisit bahwa kisah penciptaan dalam Alkitab benar-benar salah. Itu tidak hanya tidak akan memimpin anak-anak dalam doa; itu akan mengarahkan anak-anak dalam nyanyian “tidak ada tuhan, tidak ada tuhan”. Nah, itu adalah sekolah yang ingin saya ajar, tetapi fakta bahwa hal seperti itu hampir tidak terbayangkan dalam masyarakat saat ini (sementara tentu saja sekolah swasta yang secara eksplisit mempromosikan ketuhanan Yesus Kristus ada di mana-mana) menunjukkan betapa terpinggirkannya ateisme benar-benar ada di Amerika Serikat.

5) Ateis dan sekuler lainnya semakin pandai berpartisipasi dalam kehidupan publik

Dalam Our Non-Christian Nation , saya membahas banyak cara ateis mulai menuntut tempat yang selayaknya mereka dalam kehidupan publik Amerika. Pertumbuhan Himpunan Mahasiswa Sekuler tersebut di atas adalah salah satu contohnya. Ateis juga berhasil memasang simbol dan pajangan di properti pemerintah untuk merayakan ketiadaan tuhan, termasuk monumen ateis di Bradford County, Florida , dan segala macam pajangan tak bertuhan di sekitar musim liburan .

Ateis juga mulai berdoa di hadapan dewan kota di seluruh negeri. Banyak dari ini sudah cukup bagus. Saya sebutkan sebelumnya bahwa saya melihat seorang ateis berdoa di hadapan dewan kota yang sebelumnya dia gugat. Namanya Linda Stephens, dan pidatonya inklusif dan menginspirasi. “Penting untuk diingat bahwa kita semua terhubung oleh kemanusiaan kita yang sama dan asal usul kita yang sama,” kata Stephens. “Ketika kita bekerja sama untuk memajukan kota kita dalam semangat saling menghormati dan kesopanan bersama, kita menunjukkan yang terbaik tentang komunitas kita, negara kita, dan bangsa kita.”

Mengapa Orang Amerika Tidak Begitu Nyaman dengan Keberadaan Ateisme?
Ateis Informasi

Mengapa Orang Amerika Tidak Begitu Nyaman dengan Keberadaan Ateisme?

Mengapa Orang Amerika Tidak Begitu Nyaman dengan Keberadaan Ateisme?Daniel Seeger berusia dua puluh satu tahun ketika dia menulis kepada dewan draf lokalnya untuk mengatakan, “Saya telah menyimpulkan bahwa perang, dari sudut pandang praktis, adalah sia-sia dan merugikan diri sendiri, dan dari sudut pandang moral yang lebih penting, itu tidak etis.” Beberapa waktu kemudian, dia menerima Formulir 150 Sistem Layanan Selektif Amerika Serikat, memintanya untuk merinci keberatannya terhadap dinas militer. Butuh beberapa hari baginya untuk menjawab, karena dia tidak punya jawaban untuk pertanyaan pertama formulir itu: “Apakah Anda percaya pada Yang Mahatinggi?”

Mengapa Orang Amerika Tidak Begitu Nyaman dengan Keberadaan Ateisme?

 

outcampaign  – Tidak puas dengan dua opsi yang tersedia “Ya” dan “Tidak” Seeger akhirnya memutuskan untuk menggambar dan mencentang kotak ketiga: “Lihat halaman terlampir.” Ada delapan halaman itu, dan di dalamnya dia menggambarkan membaca Plato, Aristoteles, dan Spinoza, yang semuanya “mengembangkan sistem etika yang komprehensif dari integritas intelektual dan moral tanpa kepercayaan pada Tuhan,” dan menyimpulkan bahwa “keberadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan. atau disangkal, dan esensi dari sifat-Nya tidak dapat ditentukan.” Untuk ukuran yang baik, Seeger juga menggunakan kutipan menakut-nakuti dan coretan untuk mengubah pernyataan tercetak yang harus dia tandatangani, sehingga berbunyi, “Saya, dengan alasan ‘religius’ saya. pelatihan dan keyakinan, dengan hati-hati menentang partisipasi dalam perang dalam bentuk apa pun.”

Baca Juga : Apakah Ateisme Dosa Politik Amerika Terakhir yang Tak Terampuni?

Pada saat Seeger menyerahkan formulirnya, pada akhir tahun 1950-an, ribuan orang yang menolak karena alasan hati nurani di AS telah menolak untuk berperang dalam dua Perang Dunia. Mereka yang menganut tradisi agama pasifis, seperti Mennonit dan Quaker, dikirim ke medan perang sebagai nonkombatan atau bekerja sebagai petani atau petugas pemadam kebakaran di garis depan rumah melalui Pelayanan Publik Sipil; akhirnya, begitu pula mereka yang dapat membuktikan pasifisme mereka sendiri yang bermotivasi agama. Mereka yang tidak bisa dikirim ke penjara atau kamp kerja paksa. Tetapi sementara undang-undang Layanan Selektif telah direvisi berulang kali untuk mengklarifikasi kriteria penolakan hati nurani, mereka tetap tidak memperhitungkan pemuda yang, seperti Seeger, menolak untuk mengatakan bahwa penentangan mereka terhadap perang berasal dari kepercayaan pada Makhluk Tertinggi.

Seiring waktu, draf dewan menyerupai seminar filosofi mahasiswa baru dalam upaya mereka untuk memutuskan siapa yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat untuk status CO. Seorang sosialis Yahudi yang menjalankan bisnis ukiran tidak melakukannya, tetapi seorang seniman bubur kertas dan ateis yang mengimbau gagasan humanisme sekuler melakukannya; beberapa anggota Masyarakat Budaya Etis memenuhi syarat, tetapi tidak yang lain; Saksi-Saksi Yehuwa awalnya tidak, dengan teori bahwa seseorang yang bersedia melawan Iblis selama Armageddon harus bersedia melawan musuh Amerika selama perang; seorang penulis yang menjadi konsultan keuangan yang bukan anggota gereja tetapi telah membaca “filsuf, sejarawan, dan penyair dari Plato hingga Shaw” diberikan status CO setelah dua pembacaan tertutup yang kontradiktif dari drama antiperangnya.

Dewan yang berbeda mencapai kesimpulan yang sangat berbeda, berbagai dewan banding menguatkan dan membalikkan keputusan tersebut tanpa banyak konsistensi, dan, mau tidak mau, beberapa dari banding tersebut berakhir di pengadilan federal. Ketika dewan lokal Seeger tidak tergerak oleh argumennya, dia membawanya ke Mahkamah Agung, di mana, pada tahun 1965, para Hakim dengan suara bulat menemukan bahwa wajib militer tidak perlu percaya pada Tuhan untuk memiliki hati nurani yang dapat menolak.

Kemenangan Seeger membantu menandai titik balik bagi minoritas yang pernah ditolak haknya untuk bersaksi di pengadilan, bahkan untuk pembelaan mereka sendiri. Ateis, yang telah lama didiskriminasi oleh otoritas sipil dan diejek oleh sesama warga negara, tiba-tiba memenuhi syarat untuk beberapa pengecualian dan perlindungan yang sebelumnya dibatasi untuk orang beriman. Namun, dalam beberapa dekade sejak US v. Seeger, meskipun jumlah orang yang mengidentifikasi diri sebagai orang tidak percaya meningkat, posisi mereka di depan pengadilan dan di ruang publik lambat untuk membaik.

Orang Amerika, dalam jumlah besar, masih tidak mau ateis mengajar anak-anak mereka, atau menikahi mereka. Mereka akan, menurut survei, lebih memilih seorang wanita, gay, Mormon, atau Presiden Muslim daripada memiliki seorang ateis di Gedung Putih, dan beberapa dari mereka tidak keberatan dengan upaya untuk mencegah orang yang tidak percaya memegang jabatan lain, bahkan ketika jabatan itu. dari notaris. Ateis tidak diterima di Masonic Lodge, dan sementara Pramuka Amerika telah membuka organisasinya untuk kaum gay dan perempuan, itu terus melarang peserta mana pun yang tidak akan berjanji “untuk melakukan tugas saya kepada Tuhan.”

Diskriminasi semacam itu merupakan sebab dan akibat dari cara kasar kita mengurai keyakinan, yang hampir tidak berubah sejak Daniel Seeger menyelesaikan aplikasi CO-nya: centang “Ya” dan pertanyaan tak berujung mengikuti; centang “Tidak” dan pertanyaan berakhir. Kurangnya kepercayaan kepada Tuhan masih terlalu sering diartikan sebagai tidak adanya kepercayaan moral lain yang bermakna, dan hal itu membuat kaum ateis menjadi minoritas yang mudah dicerca. Hal ini terutama berlaku di Amerika, di mana desakan pada gagasan bahwa kita adalah negara Kristen telah mengikat patriotisme dengan religiusitas, yang mengarah ke paroksisma aneh seperti yang dibuat oleh Presiden Trump pada KTT Pemilih Nilai tahun lalu: “Di Amerika, kami tidak tidak menyembah pemerintah—kami menyembah Tuhan.”

Seperti yang disarankan oleh pernyataan itu, satu tembok yang tidak ingin dibangun oleh Administrasi saat ini adalah tembok antara gereja dan negara. Manifestasi yang paling jelas dari kebangkitan nasionalisme Kristen ini adalah permusuhan terhadap Muslim dan Yahudi, tetapi kelompok yang paling dikecualikan dari visi saleh Amerika, tentu saja, adalah ateis. Namun prasangka nasional terhadap mereka jauh sebelum Daniel Seeger dan dewan wajib militernya. Ini berakar baik dalam sejarah intelektual negara dan dalam dorongan anti-intelektual yang terus-menerus: kegagalan yang meluas untuk mempertimbangkan apa yang sebenarnya dipercayai oleh orang-orang yang tidak percaya.

Antipati Amerika terhadap ateisme sudah setua Amerika. Meskipun banyak penjajah datang ke negara ini untuk menjalankan keyakinan mereka secara bebas, mereka membawa serta gagasan kebebasan beragama yang hanya berlaku untuk agama lain seringkali hanya untuk denominasi Kristen lainnya. Dari John Locke mereka mewarisi gagasan bahwa ateis tidak bisa menjadi warga negara yang baik dan tidak boleh dibawa ke dalam kontrak sosial; dalam “Surat Mengenai Toleransi,” Locke telah menulis, “Mereka sama sekali tidak dapat ditoleransi yang menyangkal keberadaan Tuhan.”

Kebebasan beragama yang sejati jarang terjadi di koloni: pembangkang didenda, dicambuk, dipenjara, dan terkadang digantung. Namun, yang mengejutkan, tidak ada ateis yang dieksekusi. Menurut profesor Cornell R. Laurence Moore dan Isaac Kramnick, penulis buku baru “Warga Tak Bertuhan di Republik yang Ketuhanan: Ateis dalam Kehidupan Publik Amerika” (Norton), itu hanya karena tidak ada ateis yang mengajukan diri untuk dieksekusi. Orang-orang yang tidak percaya hanya sedikit dan jarang di Amerika Kolonial atau sangat berhati-hati untuk membuat diri mereka dikenal; pendeta dan hakim jarang repot-repot menyebut mereka, bahkan dengan mengejek.

Salah satu dari sedikit yang melakukannya adalah Roger Williams, yang, setelah dia diusir dari Massachusetts Bay Colony karena menyebarkan “pendapat yang beragam, baru, dan berbahaya”, menawarkan pandangan tentang pemisahan gereja dan negara yang begitu ekstrem sehingga tampaknya dapat mengakomodasi ateis. Dalam bukunya “The Bloody Tenent of Persecution, for Cause of Conscience,” yang diterbitkan di London pada tahun 1644, Williams menulis bahwa “seorang pilot pagan atau Antikristen mungkin sama mahirnya membawa kapal ke pelabuhan yang diinginkannya, seperti pelaut Kristen mana pun.” Dia mengacu pada kapal negara, tetapi toleransinya tidak pernah sepenuhnya diuji: tidak ada ateis yang pernah mencoba menjabat di Rhode Island, koloni yang dia dirikan. Namun, argumennya berani untuk era ketika sebagian besar koloni mendirikan gereja dan mengumpulkan pajak gerejawi untuk mendukung mereka.

Apakah Ateisme Dosa Politik Amerika Terakhir yang Tak Terampuni?
Ateis Informasi Uncategorized

Apakah Ateisme Dosa Politik Amerika Terakhir yang Tak Terampuni?

Apakah Ateisme Dosa Politik Amerika Terakhir yang Tak Terampuni?Bahkan ketika pengadilan federal dan negara bagian dan lembaga pemerintahan Amerika pada umumnya menerima anggapan bahwa semua orang Amerika sejati adalah orang percaya, jumlah orang tidak percaya di Amerika Serikat terus meningkat. Dan beberapa dari mereka, orang Amerika biasa yang menjalankan bisnis mereka, telah bersedia dan terlihat sebagai penentang hukum yang mereka yakini memperlakukan mereka secara tidak setara.

Apakah Ateisme Dosa Politik Amerika Terakhir yang Tak Terampuni?

outcampaign  – Namun, sangat sedikit dari mereka dalam kehidupan publik, terutama mereka yang mungkin ingin memenangkan pemilihan untuk jabatan, telah tampil untuk mengumumkan ketidakpercayaan mereka, sebagai masalah kebanggaan publik, kepada khalayak luas. Hanya setelah pensiun dari Dewan Perwakilan Rakyat, mantan anggota kongres dari Massachusetts yang gay secara terbuka, Barney Frank, keluar “keluar dari lemari” untuk kedua kalinya pada tahun 2013, secara terbuka menyatakan dirinya sebagai orang yang tidak percaya pada acara TV HBO Bill Maher Waktu Nyata.

Baca Juga : Berapa Banyak Ateis Amerika Sebenarnya?

Setahun kemudian dia muncul di salah satu video YouTube tentang orang-orang terkenal yang menegaskan ketidakpercayaan mereka, sebuah proyek yang didanai oleh Openly Secular Coalition milik Todd Stiefel. Frank, yang secara konsisten dipilih oleh korps pers Washington selama 32 tahun di DPR sebagai anggota Kongres yang paling cerdas dan lucu, mendefinisikan dirinya sebagai “nonteis, yang tidak percaya pada Tuhan”, tetapi menolak menyebut dirinya ateis, ” yang adalah seseorang yang menganggap dia tahu tidak ada Tuhan.” Penegasan Frank terhadap ketidakpercayaan adalah kudeta bagi aktivisme ateis terorganisir yang telah mengguncang Amerika sejak tahun 2000.

Dia mewujudkan seruan gerakan bagi ateis untuk tampil di depan umum, untuk meniru kebanggaan gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender yang keluar dari lemari. . Ateis bersikeras bahwa kesediaan untuk berbicara secara terbuka tentang identitas yang tidak populer adalah inti dari perubahan dramatis dalam sikap orang Amerika terhadap kaum gay. Lalu, siapa yang lebih baik untuk mewakili ateis daripada Barney Frank, anggota Kongres pertama yang tampil sebagai gay?

Sementara Frank tidak perlu lagi khawatir tentang para pemilih dan biasnya, orang lain yang tertarik untuk memenangkan pemilihan tentu saja mengambil risiko besar jika mereka menyatakan diri sebagai ateis. Ini benar meskipun jumlah orang tidak percaya dalam populasi kita tumbuh dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perkiraan jumlah orang Amerika yang saat ini mengidentifikasi diri sebagai “bukan siapa-siapa”, tidak beriman atau sekuler, berkisar antara 15 hingga 23 persen.

Untuk tetap berpegang pada data jajak pendapat yang terkait dengan perkiraan rendah: 15 persen diterjemahkan menjadi 45 hingga 50 juta orang Amerika yang tidak percaya, sebuah angka, kami telah mencatat, lebih tinggi dari total gabungan Metodis, Lutheran, Presbiterian, Episkopal, Yahudi, dan Muslim. Seperti Frank, yang mewakili sebagian dari Boston dan yang sekarang tinggal di Maine bersama suaminya, orang-orang yang tidak percaya berkerumun secara tidak proporsional di Timur Laut dan Barat.

Hanya empat negara bagian yang menghitung kurang dari 15 persen yang diidentifikasi sebagai “tidak ada”, dan semuanya berada di Selatan: Mississippi, 14%; Tennessee, 14%; Louisiana, 13%; dan Alabama, 12%.Seperti Frank, sebagian besar “tidak ada” adalah liberal secara politik, meskipun ada orang yang tidak percaya konservatif misalnya, pengikut libertarian Ayn Rand, yang meninggal pada tahun 1982. Seorang aktivis ateis memperkirakan bahwa mungkin 20 persen dari total orang yang tidak percaya adalah pemuja Rand. , penulis Atlas Shrugged dan The Fountainhead.

eunggulannya dalam filosofi menolak Tuhan yang militan yang disebut Objektivisme dengan mudah diabaikan oleh pembantunya di pemerintahan Trump, seperti Pembicara Ryan, Menteri Luar Negeri Tillerson, dan presiden sendiri. Seperti halnya Frank, lebih banyak orang tidak percaya adalah pria daripada wanita. Menariknya, meskipun Madalyn Murray O’Hair mendirikan American Atheists pada tahun 1963 dan memimpinnya selama bertahun-tahun, sebagian besar pemimpin organisasi ateis dan sekuler saat ini adalah laki-laki.

(Pengecualian penting adalah tim ibu-anak perempuan Anne dan Annie Laurie Gaylor. Yang pertama pada tahun 1978 mendirikan Freedom from Religion Foundation, berbasis di Madison, Wisconsin; yang terakhir masih memimpinnya.)Frank berlatar belakang kulit putih Eropa, sebuah kelompok jauh lebih terwakili di antara “tidak ada” daripada orang Hispanik dan kulit hitam. Berpendidikan tinggi, dengan gelar sarjana dan magister dari Harvard, dia juga cocok dengan profil orang yang tidak percaya. Seperti banyak orang dalam gerakan itu, dia secara budaya, tetapi tidak secara agama, Yahudi.

Frank memang menyimpang dari profil tipikal orang kafir pada zamannya. “Kebangkitan Ateis” didorong secara dramatis oleh kaum muda. Satu studi Pew Research Center 2016 memiliki 35 persen generasi milenial yang mengatakan bahwa mereka mengidentifikasi diri sebagai ateis, agnostik, atau tidak memiliki agama tertentu. Ilmuwan politik Robert Putnam melaporkan bahwa antara tahun 2005 dan 2011, di antara orang-orang berusia 18 hingga 29 tahun, kaum ”nones” meningkat dari 25 menjadi 33 persen, dan dalam kelompok itu jumlah ateis atau agnostik meningkat dari 15 menjadi 24 persen. Dibandingkan dengan angka terakhir, orang Amerika yang lebih tua seperti Frank, yang melihat diri mereka sebagai ateis atau agnostik, hanya naik dari 9 menjadi 12 persen.

Frank juga menyimpang dari norma orang tidak percaya karena banyak dari orang tidak percaya yang paling terlihat adalah ilmuwan. Mereka termasuk Bill Nye, “Science Guy” yang populer di TV dan sirkuit kuliah,The God Delusion , yang naik ke nomor satu dalam daftar buku terlaris nonfiksi. Orang-orang yang tidak percaya hari ini melihat astronom Carl Sagan dan penulis fiksi ilmiah Isaac Asimov, yang aktif menjabat sebagai presiden American Humanist Association dari tahun 1985 hingga 1992, sebagai visioner awal gerakan sekuler.

Sebagaimana majalah Nature dalam sebuah artikel tahun 1998, ”Ilmuwan Terkemuka Masih Menolak Allah”, mengklaim, ”lebih dari 90% ilmuwan di National Academy of Sciences adalah orang yang tidak beriman”. Dan masih banyak yang dibuat dalam gerakan sekuler pada tahun 2001 ketika penulis sains New York Times , Natalie Angier menyatakan dirinya sebagai seorang ateis dalam artikel Majalah New York Times tanggal 14 Januari 2001 , “Confessions of a Lonely Atheist.”

Tidak semua ateis dalam sains, tetapi mereka cenderung sangat menghormatinya. Berbicara tentang masalah keragaman di antara orang-orang yang tidak percaya, intelektual ateis Christopher Hitchens mengatakan kepada seorang reporter Washington Post pada Mei 2007: “Kami bukan kelompok yang bersatu. Tapi kami satu pikiran dalam hal ini: satu-satunya hal yang diperhitungkan adalah penyelidikan bebas, sains, penelitian, pengujian bukti, penggunaan nalar, ironi, humor, dan sastra, hal-hal semacam ini. “Orang yang tidak percaya di Amerika tidak pernah bebas dari asosiasi yang tampaknya tak terbendung antara pemerintah Amerika dan Tuhan, atau antara kewarganegaraan dan agama.”

Berapa Banyak Ateis Amerika Sebenarnya?
Ateis Informasi

Berapa Banyak Ateis Amerika Sebenarnya?

Berapa Banyak Ateis Amerika Sebenarnya?Pew dan Gallup dua perusahaan jajak pendapat paling terkemuka di Amerika – keduanya memiliki angka yang sama. Sekitar 10 persen orang Amerika mengatakan mereka tidak percaya pada Tuhan, dan angka ini perlahan-lahan meningkat selama beberapa dekade .

Berapa Banyak Ateis Amerika Sebenarnya?

outcampaign  – Tapi mungkin ini bukan keseluruhan cerita. Psikolog Universitas Kentucky Will Gervais dan Maxine Najle telah lama menduga bahwa banyak ateis tidak muncul dalam jajak pendapat ini. Alasannya: Bahkan dalam masyarakat kita yang semakin sekuler, masih banyak stigma yang tidak percaya kepada Tuhan. Jadi, ketika orang asing yang melakukan jajak pendapat menelepon dan mengajukan pertanyaan, banyak orang mungkin merasa tidak nyaman untuk menjawab dengan jujur.Gervais dan Najle baru-baru ini melakukan analisis baru tentang prevalensi ateis di Amerika. Dan mereka menyimpulkan jumlah orang yang tidak percaya pada Tuhan mungkin bahkan dua kali lipat dari jumlah yang dihitung oleh perusahaan jajak pendapat ini. “Ada banyak ateis di dalam lemari,” kata Gervais. “Dan… jika mereka tahu ada banyak orang seperti mereka di luar sana, hal itu berpotensi mendorong lebih banyak toleransi.”

Baca Juga : Informasi Tentang Orang Amerika Yang Tidak Nyaman dengan Ateisme?  

Orang-orang malu untuk mengatakan kepada orang asing bahwa mereka tidak percaya pada Tuhan

Saat ini, jika Anda sedang mencari data untuk menjawab pertanyaan, “Berapa banyak orang Amerika yang tidak percaya pada Tuhan?” Anda memiliki dua sumber utama. Pertama adalah Pusat Penelitian Pew. Baru-baru ini, Pew menemukan bahwa sekitar 3 persen orang Amerika mengatakan bahwa mereka adalah ateis. Juga ditemukan bahwa kelompok yang lebih besar sekitar 9 persen mengatakan mereka tidak percaya pada Tuhan atau semangat universal.

(Yang menunjukkan bahwa Anda mungkin tidak percaya pada Tuhan tetapi masih merasa tidak nyaman menyebut diri Anda seorang ateis karena istilah itu menyiratkan identitas pribadi yang kuat dan penolakan langsung terhadap ritual keagamaan.) Gallup juga secara teratur mengajukan pertanyaan kosong “Apakah kamu percaya pada Tuhan?” Terakhir kali ditanya , pada 2016, 10 persen responden menjawab tidak. Pengalaman Gervais mempelajari stigma seputar ateisme di seluruh dunia membuatnya curiga angka-angka ini salah.

Studi demi studi telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang (bahkan ateis lainnya) percaya bahwa ateis kurang bermoral . “Kami akan memberi peserta sedikit sketsa, cerita tentang seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak bermoral, dan menyelidiki intuisi mereka tentang siapa pelakunya menurut mereka,” kata Gervais. “Dan berkali-kali, orang secara intuitif menganggap siapa pun yang melakukan hal-hal tidak bermoral di luar sana tidak percaya pada Tuhan.”

Jadi masuk akal jika Pew atau Gallup menelepon, orang yang tidak percaya pada Tuhan mungkin enggan untuk mengatakannya. “Kita seharusnya tidak mengharapkan orang untuk memberikan jawaban jujur ​​​​kepada orang asing melalui telepon atas pertanyaan itu,” kata Gervais. Baru-baru ini, Gervais dan Najle merancang tes untuk menemukan “ateis tertutup” ini. Hasilnya baru – baru ini diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science .

Bagaimana menemukan “ateis tertutup”

Jadi, jika Anda tidak dapat langsung bertanya kepada orang-orang apakah mereka ateis dan mendapatkan jawaban yang jujur, bagaimana cara Anda menemukan mereka?Gervais dan Najle melakukan tes yang sangat halus. Mereka mengirim jajak pendapat perwakilan nasional ke 2.000 orang Amerika, yang secara acak ditugaskan ke dua kondisi.Kondisi pertama meminta peserta untuk membaca banyak pernyataan seperti, “Saya seorang vegetarian”, “Saya memiliki seekor anjing”, dan, “Saya memiliki mesin pencuci piring di dapur saya.”Yang harus dilakukan peserta hanyalah menuliskan jumlah pernyataan yang benar bagi mereka.

Nilai dari metode ini adalah bahwa peserta tidak harus secara langsung mengatakan, “Saya vegetarian,” atau, “Saya pemilik anjing”  mereka hanya perlu mengakui sejumlah pernyataan yang berlaku untuk mereka. Itu saja harus menghilangkan rasa malu atau ragu untuk mengakui item tertentu.Itu penting karena sekitar 1.000 peserta lainnya melihat daftar yang persis sama tetapi dengan satu pernyataan ditambahkan: “Saya percaya pada Tuhan.”

Dengan membandingkan tanggapan antara kedua kelompok tersebut, Gervais dan Najle kemudian dapat memperkirakan berapa banyak orang yang tidak percaya pada Tuhan. (Karena kedua kelompok yang terdiri dari 1.000 peserta pemungutan suara seharusnya, secara teori, memiliki jumlah vegetarian, pemilik anjing, dan seterusnya yang sama di setiap kelompok, peningkatan apa pun dalam jumlah pernyataan yang disetujui dari kelompok pertama ke kelompok kedua harus bersifat reflektif. dari jumlah orang yang tidak percaya pada Tuhan.)

Satu hal yang jelas dari hasilnya: Lebih dari 10 atau 11 persen negara (sebagaimana dinilai dalam jajak pendapat Gallup dan Pew) tidak percaya pada Tuhan. “Kami dapat mengatakan dengan probabilitas 99 persen bahwa itu lebih tinggi dari [11 persen],” kata Gervais.Perkiraan terbaiknya: Sekitar 26 persen orang Amerika tidak percaya pada Tuhan. “Menurut sampel kami, sekitar 1 dari 3 ateis di negara kami merasa tidak nyaman mengungkapkan ketidakpercayaan mereka,” Najle menjelaskan dalam email.

Gervais mengakui metode ini tidak sempurna, dan menghasilkan jawaban dengan margin kesalahan yang lebar. (Di ujung lain dari batas kesalahan, sekitar 35 persen orang Amerika tidak percaya pada Tuhan.) Tetapi pertanyaan paling mendasar yang dia dan Najle tanyakan di sini adalah apakah perusahaan jajak pendapat seperti Gallup dan Pew meremehkan ateis? Dan sepertinya jawabannya adalah ya.

Gervais dan Najle juga secara bersamaan mereplikasi penelitian dengan sampel kedua dari 2.000 peserta, dan mendapatkan hasil yang serupa. (Dalam sampel kedua ini, mereka membingkai pertanyaan ateisme dengan negatif “Saya tidak percaya pada Tuhan” yang menghasilkan jumlah ateis yang sedikit lebih rendah. Ini mungkin karena orang sedikit lebih cemas untuk menanggapi frasa yang pasti seperti itu. sebagai, “Tidak, saya tidak percaya pada Tuhan.”) Mungkinkah ini benar? Beberapa butir garam.Saya menjalankan kesimpulan Gervais dan Najle oleh Greg Smith, yang mengarahkan upaya jajak pendapat Pew tentang agama. Dia belum siap untuk membelinya. “Saya akan sangat enggan untuk menyimpulkan bahwa survei telepon seperti yang kami lakukan meremehkan pangsa publik yang ateis sebesar itu,” katanya.

Pertama, kata Smith, Pew telah mengajukan pertanyaan tentang agama baik melalui telepon maupun online dan tidak melihat banyak perbedaan. Anda akan berharap jika orang tidak mau mengatakan bahwa mereka ateis melalui telepon ke orang asing, mereka akan sedikit lebih mungkin memasukkannya ke komputer. (Meskipun pertanyaan online Pew masih membuat peserta menjawab pertanyaan secara langsung, alih-alih meminta orang untuk hanya membuat daftar jumlah item yang mereka setujui. Bahkan secara online, orang mungkin merasa tidak nyaman menjawab pertanyaan tersebut.)

Juga, Smith menunjukkan keanehan aneh dalam data Gervais.

Dalam salah satu uji coba, alih-alih menambahkan ukuran “Saya tidak percaya pada Tuhan” ke dalam daftar, survei tersebut menambahkan frasa yang tidak masuk akal: “Saya tidak percaya bahwa 2 + 2 kurang dari 13.” Dan 34 persen peserta mereka setuju. Aneh memang. Penjelasan peneliti? “Ini mungkin mencerminkan kombinasi apa pun dari penghitungan asli [kurangnya keterampilan matematika], ketidakpahaman item dengan frasa aneh, kurangnya perhatian atau lelucon peserta, kesalahan pengambilan sampel, atau cacat asli dalam  teknik,” tulis Gervais dan Najle di koran. .

Tapi mereka masih menganggap ukuran mereka valid. Ketika mereka membatasi sampel pada orang yang mengaku ateis (sebagaimana diukur dalam pertanyaan terpisah), 100 persen mengatakan mereka tidak percaya pada Tuhan, dan itu benar. “Tidak mungkin metode yang benar-benar tidak valid akan melacak ateisme yang dilaporkan sendiri dengan tepat,” tulis mereka.

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan. “Pada waktunya, semoga kami dapat menyempurnakan metode kami dan menemukan teknik pengukuran tidak langsung lainnya,” kata Gervais. (Secara keseluruhan, pujian untuk Gervais dan Najle karena berterus terang tentang temuan mereka yang aneh. Di masa lalu, para psikolog memiliki insentif untuk menghindari mencetak temuan kontradiktif semacam ini di makalah mereka.)

Bagi banyak dari kita, kepercayaan pada Tuhan bukanlah biner

Ada hal lain yang perlu dipertimbangkan di sini: Pengalaman kita dengan agama tidak dapat diringkas menjadi satu pertanyaan “Apakah Anda percaya pada Tuhan?”Banyak dari kita memiliki hubungan yang rumit dengan agama. Ada banyak orang yang merayakan Paskah dan Paskah minggu ini bukan karena mereka memiliki iman yang taat, tetapi karena itu adalah tradisi budaya yang mereka hargai dan kenali. Pew secara teratur menemukan data yang mendukung tampilan multifaset ini. Ketika orang-orang dalam survei mereka mengatakan, “Saya percaya pada Tuhan,” Pew akan sering mengajukan pertanyaan lanjutan: “Seberapa yakinkah Anda?” Dan mereka menemukan bahwa tidak semua orang begitu yakin.

Sekitar seperempat dari populasi AS mengatakan mereka percaya pada Tuhan tetapi kurang yakin akan hal itu, kata Smith. Pelajarannya: Kepercayaan pada Tuhan tidak ada sebagai biner. Tidak semua orang yakin dengan apa yang mereka rasakan; banyak orang memiliki nuansa abu-abu. “Ada gradasi keyakinan,” kata Smith. “Bukan salah untuk bertanya ‘ya atau tidak’, tapi itu bukan keseluruhan cerita.” Dan Gervais mengakui: Pengukuran ini tidak mencakup perasaan kompleks dan kontradiktif yang dimiliki banyak orang tentang agama. (Dan Najle menambahkan bahwa data ini “terbatas di AS dan tidak boleh digeneralisasi lebih dari itu.”)

Namun dalam data tersebut, mereka juga menemukan beberapa bukti kecil bahwa stigma seputar ateisme sedang berubah. Ketika mereka memecah angka berdasarkan demografi, mereka menemukan bahwa generasi baby boomer dan milenial melaporkan tingkat ketidakpercayaan yang sama (walaupun jajak pendapat tradisional menunjukkan baby boomer lebih cenderung percaya pada tuhan). Ini bisa jadi karena orang yang lebih muda merasa kurang cemas tentang ateisme mereka.

Informasi Tentang Orang Amerika Yang Tidak Nyaman dengan Ateisme?
Ateis Informasi

Informasi Tentang Orang Amerika Yang Tidak Nyaman dengan Ateisme?

Informasi Tentang Orang Amerika Yang Tidak Nyaman dengan Ateisme?Daniel Seeger berusia dua puluh satu tahun ketika dia menulis kepada dewan draf lokalnya untuk mengatakan, “Saya telah menyimpulkan bahwa perang, dari sudut pandang praktis, adalah sia-sia dan merugikan diri sendiri, dan dari sudut pandang moral yang lebih penting, itu tidak etis.”

Informasi Tentang Orang Amerika Yang Tidak Nyaman dengan Ateisme?

outcampaign  – Beberapa waktu kemudian, dia menerima Formulir 150 Sistem Layanan Selektif Amerika Serikat, memintanya untuk merinci keberatannya terhadap dinas militer. Butuh beberapa hari baginya untuk menjawab, karena dia tidak punya jawaban untuk pertanyaan pertama formulir itu: “Apakah Anda percaya pada Yang Mahatinggi?” Tidak puas dengan dua opsi yang tersedia “Ya” dan “Tidak” Seeger akhirnya memutuskan untuk menggambar dan mencentang kotak ketiga: “Lihat halaman terlampir.” Ada delapan halaman itu, dan di dalamnya dia menggambarkan membaca Plato, Aristoteles, dan Spinoza, yang semuanya “mengembangkan sistem etika yang komprehensif dari integritas intelektual dan moral tanpa kepercayaan pada Tuhan,” dan menyimpulkan bahwa “keberadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan. atau disangkal, dan esensi dari sifat-Nya tidak dapat ditentukan.”

Baca Juga : Apa Yang Ditunjukkan Pendeta Humanis Harvard Tentang Ateisme Di Amerika

Untuk ukuran yang baik, Seeger juga menggunakan kutipan menakut-nakuti dan coretan untuk mengubah pernyataan tercetak yang harus dia tandatangani, sehingga berbunyi, “Saya, dengan alasan ‘religius’ saya. pelatihan dan keyakinan, dengan hati-hati menentang partisipasi dalam perang dalam bentuk apa pun.”Pada saat Seeger menyerahkan formulirnya, pada akhir tahun 1950-an, ribuan orang yang menolak karena alasan hati nurani di AS telah menolak untuk berperang dalam dua Perang Dunia.

Mereka yang menganut tradisi agama pasifis, seperti Mennonit dan Quaker, dikirim ke medan perang sebagai nonkombatan atau bekerja sebagai petani atau petugas pemadam kebakaran di garis depan rumah melalui Pelayanan Publik Sipil; akhirnya, begitu pula mereka yang dapat membuktikan pasifisme mereka sendiri yang bermotivasi agama. Mereka yang tidak bisa dikirim ke penjara atau kamp kerja paksa. Tetapi sementara undang-undang Layanan Selektif telah direvisi berulang kali untuk mengklarifikasi kriteria penolakan hati nurani, mereka tetap tidak memperhitungkan pemuda yang, seperti Seeger, menolak untuk mengatakan bahwa penentangan mereka terhadap perang berasal dari kepercayaan pada Makhluk Tertinggi.

Seiring waktu, draf dewan menyerupai seminar filosofi mahasiswa baru dalam upaya mereka untuk memutuskan siapa yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat untuk status CO. Seorang sosialis Yahudi yang menjalankan bisnis ukiran tidak melakukannya, tetapi seorang seniman bubur kertas dan ateis yang mengimbau gagasan humanisme sekuler melakukannya; beberapa anggota Masyarakat Budaya Etis memenuhi syarat, tetapi tidak yang lain; Saksi-Saksi Yehuwa awalnya tidak, dengan teori bahwa seseorang yang bersedia melawan Iblis selama Armageddon harus bersedia melawan musuh Amerika selama perang; seorang penulis yang menjadi konsultan keuangan yang bukan anggota gereja tetapi telah membaca “filsuf, sejarawan, dan penyair dari Plato hingga Shaw” diberikan status CO setelah dua pembacaan tertutup yang kontradiktif dari drama antiperangnya.

Dewan yang berbeda mencapai kesimpulan yang sangat berbeda, berbagai dewan banding menguatkan dan membalikkan keputusan tersebut tanpa banyak konsistensi, dan, mau tidak mau, beberapa dari banding tersebut berakhir di pengadilan federal. Ketika dewan lokal Seeger tidak tergerak oleh argumennya, dia membawanya ke Mahkamah Agung, di mana, pada tahun 1965, para Hakim dengan suara bulat menemukan bahwa wajib militer tidak perlu percaya pada Tuhan untuk memiliki hati nurani yang dapat menolak.

Kemenangan Seeger membantu menandai titik balik bagi minoritas yang pernah ditolak haknya untuk bersaksi di pengadilan, bahkan untuk pembelaan mereka sendiri. Ateis, yang telah lama didiskriminasi oleh otoritas sipil dan diejek oleh sesama warga negara, tiba-tiba memenuhi syarat untuk beberapa pengecualian dan perlindungan yang sebelumnya dibatasi untuk orang beriman. Namun, dalam beberapa dekade sejak US v. Seeger, meskipun jumlah orang yang mengidentifikasi diri sebagai orang tidak percaya meningkat, posisi mereka di depan pengadilan dan di ruang publik lambat untuk membaik.

Orang Amerika, dalam jumlah besar, masih tidak mau ateis mengajar anak-anak mereka, atau menikahi mereka. Mereka akan, menurut survei, lebih memilih seorang wanita, gay, Mormon, atau Presiden Muslim daripada memiliki seorang ateis di Gedung Putih, dan beberapa dari mereka tidak keberatan dengan upaya untuk mencegah orang yang tidak percaya memegang jabatan lain, bahkan ketika jabatan itu. dari notaris. Ateis tidak diterima di Masonic Lodge, dan sementara Pramuka Amerika telah membuka organisasinya untuk kaum gay dan perempuan, itu terus melarang peserta mana pun yang tidak akan berjanji “untuk melakukan tugas saya kepada Tuhan.”

Diskriminasi semacam itu merupakan sebab dan akibat dari cara kasar kita mengurai keyakinan, yang hampir tidak berubah sejak Daniel Seeger menyelesaikan aplikasi CO-nya: centang “Ya” dan pertanyaan tak berujung mengikuti; centang “Tidak” dan pertanyaan berakhir. Kurangnya kepercayaan kepada Tuhan masih terlalu sering diartikan sebagai tidak adanya kepercayaan moral lain yang bermakna, dan hal itu membuat kaum ateis menjadi minoritas yang mudah dicerca. Hal ini terutama berlaku di Amerika, di mana desakan pada gagasan bahwa kita adalah negara Kristen telah mengikat patriotisme dengan religiusitas, yang mengarah ke paroksisma aneh seperti yang dibuat oleh Presiden Trump pada KTT Pemilih Nilai tahun lalu: “Di Amerika, kami tidak tidak menyembah pemerintah—kami menyembah Tuhan.”

Seperti yang disarankan oleh pernyataan itu, satu tembok yang tidak ingin dibangun oleh Administrasi saat ini adalah tembok antara gereja dan negara. Manifestasi yang paling jelas dari kebangkitan nasionalisme Kristen ini adalah permusuhan terhadap Muslim dan Yahudi, tetapi kelompok yang paling dikecualikan dari visi saleh Amerika, tentu saja, adalah ateis. Namun prasangka nasional terhadap mereka jauh sebelum Daniel Seeger dan dewan wajib militernya. Ini berakar baik dalam sejarah intelektual negara dan dalam dorongan anti-intelektual yang terus-menerus: kegagalan yang meluas untuk mempertimbangkan apa yang sebenarnya dipercayai oleh orang-orang yang tidak percaya.

Apa Yang Ditunjukkan Pendeta Humanis Harvard Tentang Ateisme Di Amerika
Ateis Informasi

Apa Yang Ditunjukkan Pendeta Humanis Harvard Tentang Ateisme Di Amerika

Apa Yang Ditunjukkan Pendeta Humanis Harvard Tentang Ateisme Di AmerikaPada akhir Agustus 2021, Asosiasi Pendeta Universitas Harvard dengan suara bulat memilih Greg Epstein sebagai Presiden. Epstein ateis, penulis humanis dari Good Without God bertanggung jawab untuk mengoordinasikan lebih dari 40 pendeta sekolah dari berbagai latar belakang agama.

Apa Yang Ditunjukkan Pendeta Humanis Harvard Tentang Ateisme Di Amerika

outcampaign – Pemilihannya menarik perhatian media dan artikel dalam publikasi seperti NPR, The New Yorker, Daily Mail, dan The Jewish Exponential. Beberapa orang menggambarkan gagasan pendeta ateis sebagai pertempuran di Kulturkampf. Namun tren yang tercermin dalam posisi Epstein bukanlah hal baru. Orang Amerika non-religius, terkadang disebut “non-non-nones”, telah tumbuh dari 7 persen populasi pada tahun 1970 menjadi lebih dari 25 persen saat ini. Sebanyak 35 persen generasi Milenial mengatakan bahwa mereka tidak beragama. Anda adalah bagian dari kelompok beragam yang mengubah persepsi tentang apa artinya menjadi tidak religius.

Baca Juga : 6 Hal Tentang Ateisme di Amerika

Sebagai sosiolog agama, kami telah mempelajari transisi ini dan implikasinya. Sebuah studi baru-baru ini dengan rekan-rekan di University of Minnesota menemukan bahwa sementara orang Amerika merasa nyaman dengan bentuk jenis spiritualitas pada alternatif, mereka kurang nyaman dengan yang mereka anggap sepenuhnya sekuler. Kami berpendapat bahwa pemilihan Epstein merupakan pergeseran yang menunjukkan peningkatan visibilitas dan penerimaan orang Amerika non-religius. Pada saat yang sama, keributan atas posisinya mencerminkan kecemasan moral banyak orang Amerika tentang ateisme.

Bergabung dengan barisan

Ateisme telah lama menjadi sumber konflik di Amerika Serikat sejak zaman kolonial. Pada akhir abad ke-19 Tapi “zaman keemasan” pemikiran bebas membawa keraguan publik pertama tentang agama. Pengacara dan orator Robert Ingersoll menarik kemarahan para pemimpin agama ketika dia memberikan ceramah yang dikemas secara nasional tentang agnostisisme.

Pada tahun 1920-an, Scope’s “Monkey Trial” tentang pengajaran teori evolusi Darwin di sekolah umum menyoroti perebutan otoritas agama dalam hukum dan institusi Amerika. Banyak orang Amerika mengenal Madalyn Murray O’Hair, yang berhasil menentang doa wajib Kristen dan membaca Alkitab di sekolah umum pada tahun 1960-an dan mendirikan organisasi yang menjadi Ateis Amerika.

Baru-baru ini, semakin banyak organisasi ateis dan humanis yang mempromosikan pemisahan gereja dan negara, berjuang melawan diskriminasi, mendukung kebijakan sains, dan mendorong tokoh masyarakat untuk menampilkan diri sebagai ateis. Ateis kulit hitam, tidak selalu diterima dalam organisasi yang dikelola orang kulit putih, membentuk organisasi mereka sendiri, seringkali berfokus pada keadilan sosial.

Tidak ada Tuhan, tidak ada kepercayaan?

Terlepas dari peningkatan organisasi dan visibilitas ini, kebanyakan orang Amerika tidak mempercayai ateis sebagai tetangga dan warga negara yang baik. Jajak pendapat nasional tahun 2014 menemukan bahwa 42% orang Amerika mengatakan ateis tidak akan berbagi “pandangan mereka tentang masyarakat Amerika”. Sikap ini mempengaruhi kaum muda yang dilayani Epstein. Sepertiga ateis berusia di bawah 25 tahun mengatakan bahwa mereka mengalami diskriminasi di sekolah, dan lebih dari 40 persen mengatakan terkadang mereka menyembunyikan identitas non-agama karena takut akan stigma.

Sebagai seorang pendeta, peran Epstein adalah memberikan bimbingan spiritual dan nasihat moral kepada para siswa, dengan fokus khusus pada mereka yang tidak mengidentifikasi diri dengan tradisi keagamaan. Dia menggambarkan dirinya sebagai seorang ateis, tetapi juga sebagai seorang humanis.Dalam masyarakat Amerika, humanisme semakin diterima sebagai sistem kepercayaan positif dan moral yang dipandang sebagian orang lebih disukai daripada ateisme, yang dipandang sebagai penolakan terhadap agama. Dan sekarang ada pendeta rohani di beberapa kampus Amerika. Tetapi ateisme tetap lebih kontroversial di Amerika, dan seorang pendeta ateis lebih sulit dijual. Upaya untuk memasukkan pendeta ateis ke dalam tentara, misalnya, gagal.

Pergeseran nada

Epstein, seorang penganjur humanisme yang blak-blakan, tampaknya mengabaikan kekhawatiran moral orang Amerika tentang ateisme yang diidentifikasi dalam studi University of Minnesota.Bukunya secara terbuka menantang pandangan tersebut dengan berargumen bahwa ateisme adalah identitas berbasis moral bagi orang-orang di seluruh dunia. Dia berbicara secara luas tentang bagaimana humanisme dapat merangsang minat pada keadilan rasial dan mendorong para pemimpin politik kiri untuk merangkul non-agama sebagai konstituen yang penting dan bermotivasi nilai.

Ini menandai pendekatan yang berbeda dari ateis yang lebih militan dan terkenal, terutama gerakan Brights dan apa yang disebut Ateis Baru seperti Richard Dawkins atau Christopher Hitchens. Epstein tidak “melawan agama” tetapi mencari kerja sama dengan para pemimpin agama dalam isu-isu kepentingan moral bersama. Namun, kemungkinan besar akan membuatnya tetap di mata publik karena itu melambangkan perubahan sikap Amerika terhadap agama yang terorganisir.

6 Hal Tentang Ateisme di Amerika
Ateis Forum Informasi

6 Hal Tentang Ateisme di Amerika

6 Hal Tentang Ateisme di AmerikaTidak lagi. Meskipun memiliki kedekatan dengan agama-agama Asia seperti Buddhisme dan Taoisme, dan bahkan memiliki gelar Magister Studi Keagamaan dari sekolah teologi, saya adalah seorang ateis yang tidak tahu malu sepanjang masa dewasa saya. Saya telah mengajar Hukum Amandemen Pertama di Universitas Boston selama hampir 20 tahun, saya pendukung kuat pemisahan gereja dan negara, dan baru-baru ini menerbitkan sebuah buku, Our Non-Christian Nation, tentang tindakan ateis dan minoritas lainnya.

6 Hal Tentang Ateisme di Amerika

outcampaign – Untuk menuntut persamaan hak mereka dalam kehidupan publik berdampingan dengan mayoritas Kristen.Sebagai bagian dari penelitian saya, saya melakukan perjalanan ke seluruh negeri dan berbicara dengan para pemimpin kelompok minoritas untuk mencari tahu bagaimana perasaan mereka tentang dominasi Kristen dalam kehidupan publik bangsa kita. Saya melihat seorang ateis memberikan doa di hadapan dewan kota yang sebelumnya dia gugat karena melanggar Amandemen Pertama, menghadiri upacara Hari Veteran yang diadakan oleh seorang pendeta wanita kafir yang berhasil menuntut pemerintah federal untuk menyetujui pentakel Wiccan untuk penempatan di batu nisan pemakaman nasional, dan duduk di atas patung perunggu setinggi 9 kaki dari sosok okultisme berkepala kambing yang ingin dipasang Kuil Setan di properti pemerintah suatu hari nanti.

Baca Juga : Bagaimana Ateis Dapat Memperjuangkan Keadilan Sosial

Jumlah orang yang tidak percaya pada tuhan apapun telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Menurut Pew Research Center, hampir seperempat populasi mengidentifikasi diri sebagai “tidak ada”, naik 7 persen dari tahun 2007 hingga 2014 . Sekitar 10 persen dari semua orang Amerika mengatakan mereka ateis, meskipun perkiraan ini mungkin rendah . Mengingat jumlah kita yang terus bertambah, penting bagi non-ateis untuk memahami apa artinya bagi seseorang yang tidak percaya pada tuhan mana pun. Berikut adalah beberapa hal yang saya ingin orang ketahui tentang ateisme dan menjadi seorang ateis di Amerika Serikat.

1) Ada banyak jenis ateis, dan kita tidak semua merasakan hal yang sama tentang agama

Ateis semua percaya tidak ada tuhan yang mengatur alam semesta, tetapi selain itu, tidak ada yang menyatukan kita. Saya telah bertemu dan berbicara dengan banyak ateis, dan saya dapat bersaksi bahwa kami adalah kelompok yang beragam. Bagi sebagian dari kita, ateisme kita adalah inti dari identitas diri kita dan mendorong apa yang kita lakukan. Bagi yang lain, itu hanya satu fakta tentang kita di antara banyak fakta dan sebenarnya tidak terlalu penting. Ateis datang dalam semua garis politik. Beberapa adalah Republikan; lainnya adalah Demokrat. Mungkin beberapa memilih Jill Stein terakhir kali. Saya memilih Bernie Sanders.

Beberapa ateis menganggap agama itu konyol atau umumnya mengerikan, sementara yang lain tidak berpikir tentang agama sama sekali, dan yang lain berpikir agama baik-baik saja, atau bahkan kekuatan untuk kebaikan. Secara pribadi, saya terpesona oleh agama dan saya sangat percaya pada kebebasan beragama, meskipun saya tidak suka bagaimana sebagian besar keyakinan agama saat ini cenderung mendorong orang ke arah politik yang benar.

Memang benar bahwa beberapa ateis marah pada agama, pada orang beragama, pada pemerintah tetapi tidak semua dari kita marah. Beberapa sangat bahagia, tetapi tidak semua dari kita. Aku tidak marah ataupun senang. Saya menganggap diri saya sebagai “ateis yang menyedihkan”. Saya tidak ingin yang lebih baik daripada percaya bahwa beberapa makhluk mahatahu dan maha kuasa menciptakan dunia untuk suatu tujuan. Itu pasti akan menyenangkan! Itu pasti akan menghilangkan sebagian dari kecemasan “dunia ini tidak berarti dan saya hanya berdiri di atas batu raksasa yang berputar-putar tanpa tujuan di seluruh alam semesta” yang terkadang saya rasakan. Sayangnya bagi saya, saya hanya tidak percaya ada Tuhan atau banyak dewa atau Tao atau apapun yang masuk akal di dunia. Hanya ada kita. Dan mungkin beberapa alien luar angkasa, saya kira, tetapi mereka tidak terlalu membantu.

2) Organisasi ateis mulai berbuat lebih baik dalam membantu orang dan mempromosikan keadilan sosial

Katakan apa yang Anda inginkan tentang lembaga keagamaan seperti gereja dan kuil, tetapi mereka cenderung membantu banyak orang – setidaknya orang-orang yang mempercayai hal-hal yang “benar” dan pandai menciptakan rasa kebersamaan di antara orang-orang percaya yang berpikiran sama. Meskipun tentu saja ateis individu melakukan banyak hal untuk membantu orang lain, kita biasanya tidak berpikir tentang kelompok atau komunitas ateis yang berkumpul untuk memberikan layanan bagi mereka yang membutuhkan, setidaknya tidak dengan cara ateis yang sadar diri. Tapi itu berubah.

Ini adalah sesuatu yang saya pelajari ketika saya meneliti buku Our Non-Christian Nation saya . Untuk satu hal, saya mengetahui banyak tentang Kuil Setan , agama nonteistik yang memuliakan Setan sebagai simbol pemberontakan melawan otoritas yang menindas. TST, seperti yang sering diketahui, memiliki pengikut puluhan ribu, baru saja diakui sebagai agama resmi oleh IRS , dan aktif di seluruh negeri, dengan kehadiran yang sangat kuat di New York City, Arizona, dan Seattle. Bab-babnya mengatur segala macam kampanye untuk membantu orang, mulai dari mengumpulkan produk menstruasi untuk orang yang membutuhkan ( “Menstruatin’ With Satan” ) hingga menyediakan kaus kaki untuk para tunawisma ( “Kaus Kaki untuk Setan” ) hingga menyumbangkan popok untuk keluarga yang membutuhkannya ( ” Popok untuk Setan Kecil” ).

Demikian pula, ketika saya menghadiri konferensi tahunan sebuah organisasi yang dibentuk untuk membantu siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi yang tidak percaya yang disebut Asosiasi Mahasiswa Sekuler pada Juli 2016, saya belajar bahwa keluar dan membantu orang adalah perhatian utama bagi kaum muda sekuler. Pembicara demi pembicara mendesak para ateis di antara hadirin untuk pergi ke dunia dan secara aktif melayani komunitas mereka. Misalnya, dalam pidato pembukaannya, Fernando Alcántar, seorang mantan pemimpin pemuda religius yang menyebut dirinya “gaytheist”, mengatakan kepada hadirin bahwa ateis tidak bisa hanya “sibuk membaca makalah dan membuat penemuan”, meninggalkan bisnis menyelamatkan orang. gereja dan agama. Omong-omong, tema untuk konferensi grup tahun 2019 adalah “Bersama Lebih Baik: Menciptakan Komunitas yang Bermakna”.

3) Tampaknya hal-hal kecil yang bahkan mungkin tidak diperhatikan oleh orang beragama dapat benar-benar membuat kita menjadi ateis pisang, dan untuk alasan yang bagus

Jika Anda adalah orang yang religius, mungkin seorang monoteis, apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa ateis menjadi begitu bengkok dengan fakta bahwa “In God We Trust” muncul di uang kita dan “under God” ada di Ikrar Kesetiaan? Maksudku, apa masalahnya, kan? Bukankah seharusnya kita santai saja? Nah, bagaimana perasaan Anda jika uang dolar mengatakan “Tidak Ada Tuhan” dan Ikrar Kesetiaan menyatakan bahwa kita adalah “satu bangsa di bawah Tuhan apa pun, yay”? Bagaimana Anda akan menyukainya jika anak-anak Anda dipaksa mengatakan itu setiap hari sebelum kelas? Saya memiliki ingatan yang sangat jelas untuk meninggalkan bagian sumpah “di bawah Tuhan” ketika saya dipaksa untuk melafalkannya di sekolah dasar, dan saya telah berbicara dengan banyak ateis lain yang memiliki ingatan serupa. Ketika pemerintah memaksa Anda sebagai seorang anak untuk menegaskan sesuatu tentang sifat alam semesta yang menurut Anda pada dasarnya salah, itu cenderung melekat pada Anda.

4) Ada perbedaan besar antara individu swasta yang mempromosikan keyakinan agama mereka dan pemerintah yang melakukan hal yang sama. Tetapi ini tidak berarti pemerintah tidak dapat mempromosikan fakta dan gagasan yang tidak sejalan dengan beberapa keyakinan agama.

Setiap orang di Amerika Serikat memiliki hak untuk mempraktikkan agama mereka dan berbicara tentang betapa hebatnya itu dan bahkan mencoba membuat orang lain mempercayainya juga. Ateis mengakui hal ini (dan tentu saja kami dapat melakukan hal yang sama), tetapi sebagai minoritas, kami juga memahami bahwa posisi pemerintah berbeda dengan rakyat yang diperintahnya. Di Amerika Serikat, pemerintah mewakili semua warga negaranya, yang berarti tidak boleh dan (jika Konstitusi ditafsirkan dengan benar) tidak dapat mempromosikan satu agama atas agama lain atau agama atas non-agama. Itulah mengapa apa pun keputusan Mahkamah Agung dalam beberapa minggu ke depan, negara bagian Maryland tidak boleh mensponsori salib setinggi 40 kaki di properti pemerintah, bahkan jika salib itu juga merupakan monumen Perang Dunia I. .

Mungkin Anda bertanya-tanya: Jika pemerintah tidak dapat mempromosikan agama di atas non-agama, bukankah itu berarti pemerintah juga tidak dapat mempromosikan non-agama di atas agama, dan bukankah itu pada gilirannya berarti sekolah negeri juga bisa? tidak melakukan hal-hal seperti mengajarkan evolusi atau membagikan kondom? Sebagai seseorang yang telah mengajar dan menulis tentang hukum gereja-negara selama hampir 20 tahun, saya telah mendengar dan membaca argumen semacam ini lebih sering daripada yang dapat saya ingat. Jawaban atas pertanyaan dua bagian ini adalah ya dan tidak.

Pemerintah tidak dapat mempromosikan ateisme di atas agama, itu benar. Tetapi itu tidak berarti pemerintah tidak dapat melakukan hal-hal di sekolah umum dan di tempat lain yang kebetulan tidak sesuai dengan apa yang diyakini sebagian orang beragama. Mengajarkan evolusi dan membagikan kondom mungkin bertentangan dengan apa yang diyakini beberapa orang beragama, tetapi itu tidak sama dengan mengatakan bahwa tidak ada tuhan.

Sebagai seorang ateis, itu membuat saya frustrasi ketika orang mengatakan bahwa sekolah umum mempromosikan pandangan dunia sekuler karena mereka tidak diizinkan untuk mensponsori doa atau melakukan hal-hal lain yang ingin dilakukan oleh beberapa orang beragama. Jika ini tidak jelas, cobalah eksperimen pemikiran ini yang sering saya ajukan ketika saya mengajar siswa tentang Amandemen Pertama: Seperti apa sekolah (swasta, tentu saja) yang benar-benar didedikasikan untuk mempromosikan ateisme?

Itu tidak akan halus. Itu tidak hanya mengajarkan evolusi; itu akan mengajarkan secara eksplisit bahwa kisah penciptaan dalam Alkitab benar-benar salah. Itu tidak hanya tidak akan memimpin anak-anak dalam doa; itu akan mengarahkan anak-anak dalam nyanyian “tidak ada tuhan, tidak ada tuhan”. Nah, itu adalah sekolah yang ingin saya ajar, tetapi fakta bahwa hal seperti itu hampir tidak terbayangkan dalam masyarakat saat ini (sementara tentu saja sekolah swasta yang secara eksplisit mempromosikan ketuhanan Yesus Kristus ada di mana-mana) menunjukkan betapa terpinggirkannya ateisme benar-benar ada di Amerika Serikat.

5) Ateis dan sekuler lainnya semakin pandai berpartisipasi dalam kehidupan publik

Dalam Our Non-Christian Nation , saya membahas banyak cara ateis mulai menuntut tempat yang selayaknya mereka dalam kehidupan publik Amerika. Pertumbuhan Himpunan Mahasiswa Sekuler tersebut di atas adalah salah satu contohnya. Ateis juga berhasil memasang simbol dan pajangan di properti pemerintah untuk merayakan ketiadaan tuhan, termasuk monumen ateis di Bradford County, Florida , dan segala macam pajangan tak bertuhan di sekitar musim liburan .

Ateis juga mulai berdoa di hadapan dewan kota di seluruh negeri. Banyak dari ini sudah cukup bagus. Saya sebutkan sebelumnya bahwa saya melihat seorang ateis berdoa di hadapan dewan kota yang sebelumnya dia gugat. Namanya Linda Stephens, dan pidatonya inklusif dan menginspirasi. “Penting untuk diingat bahwa kita semua terhubung oleh kemanusiaan kita yang sama dan asal usul kita yang sama,” kata Stephens. “Ketika kita bekerja sama untuk memajukan kota kita dalam semangat saling menghormati dan kesopanan bersama, kita menunjukkan yang terbaik tentang komunitas kita, negara kita, dan bangsa kita.”

6) Ateis tidak akan pergi dalam waktu dekat

Sementara mayoritas Kristen kadang-kadang menyambut ateisme ke lapangan umum, seringkali kehadiran kami ditanggapi dengan ejekan, kemarahan, dan cemoohan. Pajangan telah diruntuhkan , kelompok sekolah menghadapi permusuhan dari guru dan administrator , dan anggota dewan kadang-kadang meninggalkan ruang pertemuan daripada mendengarkan seruan ateis . Menimbulkan rasa tidak hormat semacam itu adalah risiko membela apa yang Anda yakini, atau, dalam kasus kami, membela apa yang tidak Anda percayai. Tapi tidak apa-apa; kami ateis cenderung memiliki kulit yang tebal. Kami telah menerima perlakuan semacam ini sejak lama, dan jumlah kami masih terus bertambah.

Di masa depan, saya mungkin masih sedikit sedih, tetapi ateisme secara keseluruhan kemungkinan besar akan menjadi kekuatan yang keras, arus utama, dan tak terhindarkan dalam kehidupan publik Amerika. Jay Wexler adalah profesor hukum di Boston University. Dia adalah penulis enam buku , termasuk Our Non-Christian Nation: How Atheists, Satanists, Pagans, and Others Are Demanding Their Right Place in American Public Life . Sebelum mengajar, dia bekerja sebagai pengacara di Departemen Kehakiman AS dan sebagai panitera untuk Justice Ruth Bader Ginsburg di Mahkamah Agung AS. Dia men-tweet @SCOTUSHUMOR .

Bagaimana Ateis Dapat Memperjuangkan Keadilan Sosial
Ateis Forum Informasi

Bagaimana Ateis Dapat Memperjuangkan Keadilan Sosial

Bagaimana Ateis Dapat Memperjuangkan Keadilan SosialBerapa kali Anda mendengar seorang ateis berkata, “Ketidakpercayaan saya tidak menghalangi nilai-nilai saya, tetapi malah membuat saya berjuang lebih keras lagi melawan ketidakadilan”? Ini adalah salah satu hal yang paling saya sukai tentang ateisme. Kebanyakan ateis tahu bahwa karena mereka hanya mendapatkan satu kehidupan ini, mereka harus menggunakannya untuk kebaikan. – outcampaign

Bagaimana Ateis Dapat Memperjuangkan Keadilan Sosial

Hubungan antara ateisme dan keadilan sosial

Saya bangga kita melihatnya seperti ini. Harus diakui, bagaimanapun, saya biasanya tidak memikirkan perjuangan saya untuk keadilan dalam hal fakta bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian. Bahkan, itu jarang terlintas di benak saya. Ateisme saya dan dorongan saya untuk keadilan terikat, tetapi mereka beroperasi secara independen.

Baca Juga : Haruskah Kita Bersusah-susah Mendebat Ateis?

Keluarnya saya dari kekristenan fundamentalis adalah penyebabnya dan pandangan progresif saya adalah akibatnya. Berkat postingan baru dari sosiolog sekuler Phil Zuckerman , kita dapat melihat bahwa saya tidak sendirian dalam hal ini. Statistik yang dibagikan Zuckerman menunjukkan bahwa ateis adalah kelompok yang sangat progresif. Zuckerman menulis:

Mengapa Dawkins gagal

Tentu saja, Anda mungkin sudah tahu sekarang apa yang akan saya katakan selanjutnya. Tidak semua ateis memperjuangkan keadilan. (Masukkan sesuatu tentang tweet transfobia Richard Dawkins di sini.) Maksud saya, kami ateis progresif berbicara tentang kecenderungan sayap kanan Dawkins karena dia adalah contoh yang bagus dari tren ateis tua yang condong ke kanan.

Dawkins adalah salah satu ateis paling terkenal di dunia, di dalam dan di luar komunitas kami; pembela membencinya dan ateis mengaguminya. Dia dikenal sebagai progresif, dengan alasan bahwa misogini dan homofobia itu kuno, tidak bermoral, dan yang terpenting religius.

Itu sebabnya Dawkins tampak begitu mengagumkan dan progresif ketika dia berdebat melawan homofobia, tetapi mengapa dia begitu jatuh cinta pada masalah trans. Mudah untuk mengatakan bahwa menjadi gay bukanlah dosa, tetapi lebih sulit untuk memahami persimpangan kompleks antara ras dan jenis kelamin , bagaimana mereka sama, dan bagaimana mereka berbeda.Baik ras maupun gender adalah deskripsi buatan manusia yang mencoba membuat makna budaya dari fitur biologis yang tidak jelas dan tidak bermakna secara sosial yang masing-masing ada dalam spektrum.

Seseorang seperti Dawkins, yang secara intelektual dihormati dan tampaknya tidak tersentuh, begitu berdedikasi pada biologi dan rasionalitas, mau tidak mau tidak akan mudah memahami nuansa gender. Masalahnya adalah, seperti kaum konservatif, dia tampak bangga dengan ketidaktahuannya, dan dia berbicara sebelum dia mengerti. Dia berbicara dan tidak mendengarkan. Posting OnlySky hebat lainnya, yang satu ini oleh Adam Lee , menjelaskan bagaimana Dawkins dan sejenisnya tidak dapat bertahan di tempat kekuasaan mereka ketika gerakan ateis mulai mengalami perpecahan “politik”:

Prinsip keadilan sosial ateis

Pembagian “politik” komunitas ateis walaupun saya tidak suka menyelubungi masalah hak-hak sipil dan keadilan sosial di balik kata “politik” tampaknya berasal dari fakta bahwa ateisme, meski sebenarnya tidak lebih dari kurangnya kepercayaan kepada Tuhan, diakui memiliki seperangkat (kebanyakan) prinsip tidak tertulis.

Kelompok-kelompok yang memiliki landasan ateistik, seperti American Humanist Association atau The Satanic Temple , secara terbuka mencantumkan nilai-nilai humanis sekuler mereka. Kedua kelompok ini berbagi prinsip seperti pemikiran kritis, menjaga pandangan dunia ilmiah, dan ya, keadilan sosial.

Berdasarkan apa kerangka moral ateis?

Jika Anda kembali dan membaca Dawkins, Hitchens, atau Harris, Anda akan melihat bahwa mereka menentang misogini dan homofobia dari sudut pandang yang cukup logis, bukan emosional. Seperti yang ditulis Phil Zuckerman dalam artikel tersebut di atas : “Tidak ada pembenaran yang rasional untuk memenjarakan, menyiksa, membunuh, mendiskriminasi, atau menolak persamaan hak hukum dan sipil orang karena orientasi seksual mereka. Titik.”

Saya setuju. Saya sangat berharap Anda setuju. Menjadi gay bukanlah posisi moral atau tidak bermoral; itu tidak menyakiti siapa pun. Kita tidak perlu khawatir tentang apa yang dilakukan dua orang gay dalam privasi rumah mereka sendiri.

Dan maksud saya itu, tetapi tidakkah Anda melihat betapa datarnya jatuhnya ? Perjuangan Anda untuk pembebasan trans, dan semua bentuk ketidakadilan lainnya terhadap komunitas LGBTQ+, tidak dapat diringkas dalam argumen sederhana seperti ini. Mengatakan bahwa menjadi gay praktis bukan masalah yang sama sekali tidak memengaruhi apa pun dan tidak ada yang membatasi penghapusan queer abaikan saja, jangan khawatir tentang itu. Jangan bilang gay sama sekali.

( Video ini menjelaskan mengapa homoseksualitas adalah posisi amoral. Video ini juga merupakan contoh yang bagus dari sebuah argumen di mana sang pendebat tidak memiliki emosi dan juga tidak memiliki kepentingan dalam gerakan hak-hak gay. Saya membayangkan dia hanya peduli tentang ini karena dia seorang ateis jadi dia seharusnya. Itu bukan argumen terbaik yang pernah ada, tapi saya tidak mencari dia untuk argumen kedap air di tempat pertama.)

Haruskah Kita Bersusah-susah Mendebat Ateis?
Ateis Forum Informasi

Haruskah Kita Bersusah-susah Mendebat Ateis?

Haruskah Kita Bersusah-susah Mendebat Ateis?Salah satu papan pesan agama terbesar di situs web media sosial Reddit disebut “Debate an Atheist.” Itu diisi dengan jenis konten yang persis seperti yang Anda harapkan. Beberapa percakapan dengan cepat beralih ke panggilan nama dan penghinaan kecil. Yang lain sangat filosofis, menunjukkan pemahaman epistemologi dan teleologi yang kuat.

Haruskah Kita Bersusah-susah Mendebat Ateis?

outcampaign  – Secara total, subreddit memiliki lebih dari 72.000 anggota, dan tidak diragukan lagi banyak lagi yang berdiri di sela-sela dan menyaksikan perdebatan berlangsung. Jika orang Kristen evangelis menganggap serius Amanat Agung, apakah berdebat dengan seorang ateis adalah penggunaan waktu, tenaga, dan usaha yang baik? Dalam buku baru saya, The Nones: Where They Came From, Who They Are, and Where They Are Going , saya memberikan bukti empiris bahwa berdebat dengan ateis memiliki pengembalian investasi yang sangat rendah. Jika orang Kristen ingin membawa orang kembali ke dalam komunitas gereja, mereka harus mencoba strategi yang berbeda.

Baca Juga : Ini Adalah 4 Jenis Ateisme

Mendefinisikan Nona

Mari kita mulai dengan berbicara tentang siapa yang sebenarnya tidak ada. Ketika istilah ini digunakan dalam khotbah atau pendalaman Alkitab, tampaknya pikiran kebanyakan orang secara otomatis beralih ke ateis seperti Richard Dawkins atau Sam Harris. Namun, ateis mewakili sebagian kecil penduduk Amerika. Pada 2019, mereka adalah 6,6 persen dari populasi, dengan agnostik bertambah 6,2 persen lagi.

Grup yang merupakan bagian terbesar dari nones adalah salah satu yang belum pernah didengar kebanyakan orang: “tidak ada yang khusus”. Ketika dihadapkan dengan pilihan untuk menggambarkan afiliasi keagamaan mereka oleh peneliti survei, orang-orang ini tidak memilih Protestan, Budha, atau bahkan ateis. Mereka mengangkat bahu dan memilih “tidak satu pun dari yang di atas”.

Pada tahun 2008, mereka adalah 14,4 persen dari sampel; pada 2019, mereka melonjak menjadi 21,5 persen, meningkat lebih dari tujuh poin persentase. Peningkatan itu saja lebih besar dari keseluruhan persentase ateis pada tahun 2019. Dan ada banyak alasan untuk percaya bahwa kelompok ini bersedia setidaknya berbicara tentang nilai keyakinan agama.

Menghargai Iman

Kehadiran di gereja adalah proksi yang masuk akal tentang seberapa tertutupnya seseorang terhadap kemungkinan beragama. Di antara yang tidak ada, ada perbedaan yang jelas antara ateis, agnostik, dan tidak ada yang khusus. Seharusnya tidak mengejutkan bahwa sebagian besar ateis tidak pernah menginjakkan kaki di dalam gereja. Sekitar sembilan dari 10 menunjukkan bahwa mereka tidak pernah menghadiri kebaktian, dan 8 persen lainnya menggambarkan kehadiran mereka sebagai “jarang”. Itu menyisakan kurang dari 3 persen yang menghadiri layanan keagamaan setidaknya setahun sekali. Agnostik tidak jauh di belakang, dengan 94 persen menunjukkan mereka menghadiri “tidak pernah” atau “jarang”.

Tapi tidak ada yang khusus adalah cerita yang berbeda. Hanya 57 persen melaporkan tidak hadir di gereja, dan seperempat lainnya menunjukkan bahwa mereka “jarang” menghadiri kebaktian. Itu menyisakan sekitar 18 persen yang hadir setiap tahun atau lebih, yang enam kali lipat dari jumlah ateis dan tiga kali lipat dari jumlah agnostik. Tidak ada yang khusus jelas kurang alergi terhadap pengalaman religius daripada yang lainnya. Dan ada satu pertanyaan lain yang secara khusus tidak terlihat berbeda dari sepupu ateis dan agnostik mereka: seberapa pentingkah agama dalam hidup Anda?

Seberapa Pentingkah Agama?

Masuk akal jika 95 persen ateis mengatakan bahwa agama “sama sekali tidak penting” bagi kehidupan mereka. Namun, meskipun ateis dan agnostik hampir identik dalam hal kehadiran di gereja, perbedaan di antara mereka dalam hal kepentingan agama sangatlah signifikan. Lebih dari tiga perempat orang agnostik mengatakan bahwa agama ”sama sekali tidak penting”.

Tidak ada yang secara khusus terlihat seperti beroperasi di dunia yang sama sekali berbeda dari jenis none lainnya. Hanya 38 persen yang mengatakan bahwa agama tidak penting dalam hidup mereka, dan hanya seperempat yang mengatakan bahwa itu “tidak terlalu penting”.

Hanya 1,8 persen ateis yang mengatakan agama itu “agak” atau “sangat” penting. Agnostik mendapat skor beberapa poin lebih baik pada metrik ini (6 persen). Di antara tidak ada yang khusus, hampir 38 persen menempatkan diri mereka dalam dua kategori ini. Ingatlah bahwa tidak ada yang secara khusus membentuk lebih dari 20 persen populasi orang dewasa saat ini, yang berarti bagian dari kelompok ini yang menunjukkan agama setidaknya “agak” penting lebih besar daripada bagian dari semua ateis atau agnostik di Amerika Serikat.

Jelas, tidak ada seorang pun yang tidak dapat ditebus, dan kaum injili yang menganut Amanat Agung harus “selalu siap membela siapa pun yang meminta alasan dari pengharapan yang ada padamu” ( 1 Ptr. 3:15 ). Namun masuk akal juga untuk mencurahkan perhatian pada audiens yang lebih mudah menerima pesan tersebut. Sementara memperdebatkan seorang ateis mungkin merupakan latihan yang merangsang secara intelektual, hanya ada sedikit bukti bahwa ateis menerima perubahan pandangan mereka tentang Tuhan.

Namun, ada sebagian besar penduduk yang lebih terbuka untuk mendengar tentang kabar baik tentang Yesus Kristus. Tidak ada yang secara khusus memiliki ukuran yang sama dengan umat Katolik kulit putih di Amerika Serikat, dan hampir sebesar evangelis dari semua ras. Mereka tidak tertutup terhadap agama, dan jauh lebih mungkin untuk kembali ke tradisi Kristen daripada ateis atau agnostik.

Sama seperti perusahaan melakukan riset pasar untuk menentukan cara membuat produk dan mengiklankannya ke publik, gereja sebaiknya memahami kelompok yang ingin mereka jangkau. Tidak ada yang secara khusus tampak seperti audiens yang bersemangat dan dapat diakses.

Ini Adalah 4 Jenis Ateisme
Ateis Informasi

Ini Adalah 4 Jenis Ateisme

Ini Adalah 4 Jenis AteismeDefinisi kamus tentang “ateis” cukup jelas: seseorang yang kurang percaya pada Tuhan atau tuhan. Tetapi mengingat cara yang berbeda orang biasanya menggunakan “ateis”, istilah itu sendiri tidak banyak memberi tahu Anda. Kategori seperti ateis dan teis dapat membuat orang tampak terbagi secara kaku menurut garis kepercayaan, tetapi ambivalensi dan keraguan manusia mungkin membuat kita lebih mirip daripada yang terlihat.

Ini Adalah 4 Jenis Ateisme

outcampaign  – Saat membahas keyakinan agama, bahasa yang kita gunakan sering kali mengurutkan orang ke dalam kelompok biner yang kaku. Anda seorang teis atau ateis. Seorang mukmin atau kafir. Tapi perhatikan lebih dekat bagaimana orang mengkonseptualisasikan Tuhan dan hal-hal gaib, dan perbedaan ini mulai kehilangan maknanya. Ketika seseorang menyebut dirinya ateis, misalnya, apa yang sebenarnya mereka sampaikan tentang keyakinan mereka atau kekurangannya? Meskipun definisi kamus tentang “ateis” cukup jelas seseorang yang kurang percaya pada Tuhan atau tuhan istilah itu sendiri tidak banyak memberi tahu Anda.

Baca Juga : Cara Berbicara Dengan Ateis

“Menjadi seorang ateis berarti sepenuhnya menolak kepercayaan pada hal-hal gaib, atau kepercayaan pada dewa atau dewa,” kata Clay Routledge, seorang psikolog dan penulis eksistensial, kepada Big Think. “Tapi saya benar-benar berpikir itu adalah cerita yang jauh lebih kompleks dan lebih menarik. Bahkan di kalangan ateis, ada banyak cara untuk membuat konsep ide ini.”

Empat jenis ateisme

Karena afiliasi keagamaan terus menurun di AS dan negara-negara lain , ada baiknya mempertimbangkan berbagai bentuk yang dapat diambil oleh kurangnya kepercayaan pada hal-hal gaib. Meskipun bukan daftar yang lengkap, berikut adalah beberapa cara untuk membuat konsep apa yang dimaksud orang ketika mereka menggunakan kata ateis.

1. Yang tidak beragama

Salah satu jenis ateisme yang paling luas adalah tidak menganut suatu agama. Seringkali orang yang tidak beragama tidak serta merta menolak keberadaan supernatural atau Tuhan (bagaimanapun juga, Anda bisa saja tidak beragama dan masih percaya pada bentuk spiritualitas), melainkan dogma agama tradisional.

Lagi pula, tidak menganut suatu agama tidak mengharuskan Anda untuk secara aktif menolak sistem kepercayaan tertentu. Ini berarti Anda tidak berlangganan satu pun. Dengan demikian, ketidaktertarikan mungkin menjadi faktor kunci bagi sebagian orang dalam kelompok ini; mungkin mereka tidak peduli tentang pertanyaan besar tentang “sisi lain”.

Pada tahun 2021, Survei Referensi Opini Publik Nasional Pew Research Center menemukan bahwa 29% orang dewasa AS menganggap diri mereka “tidak ada” yang religius. Kelompok “tidak ada” ini terdiri dari beberapa subkelompok, termasuk salah satu yang bisa dibilang paling tepat menggambarkan nonreligius yang tidak tertarik: orang-orang yang mengatakan bahwa identitas agama mereka “tidak ada yang khusus”.

2. Ateis emosional

Jika yang nonreligius adalah “tidak ada”, ateis emosional dapat dianggap sebagai “selesai” yang religius. Ateis emosional adalah ateis yang kurang percaya atau penolakan aktif terhadap keyakinan terutama berasal dari emosi negatif. Salah satu contohnya adalah seseorang yang secara wajar membenci agama.

Mungkin mereka mengalami pelecehan di gereja, diasingkan karena kepercayaan orang tua mereka, atau mengalami tragedi yang begitu mengerikan sehingga mereka tidak mengerti mengapa Tuhan mengizinkan hal seperti itu terjadi. Ateis emosional, didorong oleh pengalaman negatif, secara aktif menolak Tuhan. Ini adalah posisi yang agak kontradiktif untuk diambil, mengingat bahwa, “marah pada sesuatu berarti, pada tingkat tertentu, [Anda] memiliki konsep tentang keberadaannya,” kata Routledge kepada Freethink.

3. Ateis sosial

Kelompok ini mungkin menyimpan berbagai tingkat kepercayaan agama atau spiritual di saat-saat pribadi mereka, tetapi mereka tidak peduli untuk membagikan atau menyiarkannya. Mungkin mereka menganggapnya tidak sopan. Mungkin mereka tidak peduli untuk berpartisipasi dalam praktik budaya kehidupan beragama. Bagaimanapun, keyakinan agama atau spiritual adalah pengejaran pribadi untuk kelompok ini.

4. Antiteis

Selain kurangnya keyakinan agama, antiteis mengambil sikap aktif terhadap agama. Salah satu penulis paling terkenal dan blak-blakan yang memperdebatkan sudut pandang ini dalam sejarah baru-baru ini adalah mendiang Christopher Hitchens, yang pernah berkata: “Saya bukan seorang ateis melainkan seorang anti-teis; Saya tidak hanya mengatakan bahwa semua agama adalah versi dari kebohongan yang sama, saya mengatakan bahwa pengaruh gereja dan pengaruh kepercayaan agama adalah positif dan berbahaya.”

Menguji ateis

Apa pun jenisnya, ateis umumnya cenderung menganggap Tuhan tidak ada. Tetapi seberapa dekat keyakinan yang dilaporkan sendiri oleh ateis cocok dengan apa yang mereka rasakan jauh di lubuk hati?

Itulah salah satu pertanyaan pendorong di balik studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam The International Journal for the Psychology of Religion. Dalam studi tersebut, para peneliti meminta para ateis dan individu religius untuk membacakan pernyataan yang menantang Tuhan untuk melakukan hal-hal yang mengerikan. Contohnya termasuk:

  • Saya menantang Tuhan untuk melumpuhkan ibu saya.
  • Saya menantang Tuhan untuk membuat rumah saya terbakar.
  • Saya menantang Tuhan untuk membuat semua teman saya menentang saya.

Ketika ditanya betapa tidak menyenangkannya mengucapkan pernyataan seperti ini, para ateis melaporkan tidak menganggapnya sebagai tidak menyenangkan seperti yang dirasakan orang beriman. Tidak mengherankan. Lagi pula, jika Anda tidak percaya pada Tuhan, pernyataan ini seharusnya tidak lebih dari kata-kata kosong.

Tapi yang kurang diharapkan adalah hasil tes konduktansi kulit peserta, yang digunakan untuk mengukur gairah emosional. Hasilnya menunjukkan bahwa baik ateis maupun orang percaya menunjukkan gairah emosional yang tinggi saat membaca pernyataan Tuhan. Jadi, meskipun para ateis melaporkan bahwa menantang Tuhan untuk melakukan hal-hal yang buruk tidaklah terlalu tidak menyenangkan, pengukuran fisiologis menyatakan sebaliknya.

Salah satu penjelasan mengapa ateis mengalami peningkatan gairah saat membaca pernyataan adalah bahwa secara emosional tidak menyenangkan bagi siapa pun untuk mengucapkan sentimen buruk seperti itu, terlepas dari apa yang mereka yakini. Namun, para peneliti juga meminta peserta mengucapkan pernyataan yang ofensif atau mengharapkan hal-hal buruk terjadi, tetapi tidak menyebut Tuhan.

Hasilnya menunjukkan bahwa ateis lebih terpengaruh secara emosional oleh pernyataan Tuhan, menurut tes konduktansi kulit. Bagi Routledge, penelitian seperti ini menyoroti ambivalensi kita yang seringkali mengejutkan terhadap pertanyaan besar tentang eksistensi. “Ateis garis keras berpikir bahwa mereka sama sekali tidak dipandu oleh ide dan konsep supranatural, tetapi kita tahu dari penelitian bahwa mereka memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam pemikiran teleologis untuk melihat sesuatu dalam hal desain dan tujuan,” katanya kepada Big Think .

Meskipun kategori biner seperti ateis dan teis dapat membuat orang tampak terbagi secara kaku di sepanjang garis kepercayaan, ambivalensi dan keraguan mungkin membuat kita lebih mirip daripada yang terlihat. CS Lewis, penulis Inggris yang beralih dari ateisme menjadi Kristen setelah percakapan tengah malam dengan JRR Tolkien dan Hugo Dyson, pernah menulis:

“Percayalah kepada Tuhan dan Anda harus menghadapi saat-saat ketika tampak jelas bahwa dunia material ini adalah satu-satunya realitas; tidak percaya kepada-Nya dan Anda harus menghadapi saat-saat ketika dunia material ini tampaknya meneriaki Anda bahwa itu belum semuanya.”

1 2 3 6