Di tengah dominasi nilai-nilai religius dalam kehidupan sosial, muncul anggapan bahwa agama adalah satu-satunya sumber solidaritas dan kepedulian antar manusia. Namun realitas menunjukkan bahwa rasa empati, kerja sama, dan nilai-nilai kemanusiaan tidak melulu bersumber dari keyakinan spiritual. Komunitas ateis, agnostik, dan non-teistik lainnya justru membuktikan bahwa solidaritas bisa tumbuh subur tanpa fondasi kepercayaan religius. Solidaritas sebagai Naluri Sosial Manusia adalah makhluk sosial. Naluri untuk saling membantu, bekerja sama, dan menjaga komunitas sudah ada jauh sebelum agama-agama besar lahir. Banyak ilmuwan evolusi dan antropolog sepakat bahwa empati dan moralitas berkembang sebagai mekanisme bertahan hidup—bukan semata-mata karena ajaran ilahi. Dalam konteks ini,…
-
-
Dalam diskursus publik mengenai kebebasan beragama, sering kali luput satu aspek penting: hak untuk tidak beragama. Di banyak negara, termasuk Indonesia, jaminan kebebasan berkeyakinan kerap dipahami secara sempit, seolah hanya berlaku bagi mereka yang memilih satu dari sekian agama yang diakui negara. Padahal, esensi hak tersebut adalah kebebasan untuk memilih—termasuk memilih untuk tidak percaya pada entitas adikodrati apa pun. Kebebasan Berkeyakinan dan Konstitusi Secara hukum, kebebasan berkeyakinan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh berbagai instrumen internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Pasal 18), dan juga diakui dalam konstitusi negara kita. Namun dalam praktik, ateisme dan agnostisisme…
-
Di tengah derasnya arus informasi dan maraknya disinformasi, kemampuan berpikir kritis telah menjadi kebutuhan mendesak dalam masyarakat modern. Bagi komunitas ateis—yang sering berangkat dari posisi skeptis terhadap dogma—pemikiran kritis bukan hanya alat analisis, melainkan landasan moral dan intelektual dalam menjalani hidup tanpa kepercayaan supranatural. Apa Itu Pemikiran Kritis? Pemikiran kritis adalah proses mental yang sistematis dalam mengevaluasi informasi, ide, dan argumen dengan objektivitas. Ia menuntut skeptisisme yang sehat, keterbukaan terhadap bukti, dan keberanian untuk mempertanyakan keyakinan yang diwariskan—termasuk yang sudah mendarah daging dalam budaya. Berpikir kritis bukan berarti menolak segalanya atau menjadi sinis. Justru sebaliknya, ia memungkinkan kita memahami dunia…